Kisah Sendang Mbabrig di Sleman yang Dijaga Kakek Berumur 75 Tahun
Sendang Mbabrig Tirtodipuro yang merupakan mata air bersejarah nan keramat di kampungnya sirna
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Iwan Al Khasni
Mbah Isno Wiharyanto, tidak ingin Sendang Mbabrig Tirtodipuro yang merupakan mata air bersejarah nan keramat di kampungnya sirna.
Tribunjogja.com | Ahmad Syarifudin

Lelaki 75 tahun, warga dusun Nglebeng, Kalurahan Margorejo, Tempel, Sleman itu, menjaga sekaligus merawat agar sendang yang berada di pematang sawah dan dekat aliran sungai Wulung itu tetap mengalir dan lestari.
Bagi warga dusun Nglebeng, sendang Mbabrig memiliki sejarah panjang.
Konon, sendang tersebut sudah ada sejak zaman "gegeran" Belanda.
Mbah Isno ingat betul, sekitar 500 meter arah timur dari sendang Mbabrig dahulu kala berdiri sebuah bangunan yang diperuntukkan sebagai pabrik pewarna kain.
Letaknya saling berdekatan dengan sendang.
"Karena itu, orang-orang menyebutnya dengan sendang Mbabrig. Disampingnya, dulu ada bekas pabrik," tuturnya, Jumat (12/2/2021).
Sementara kata Tirtodipuro, lanjut dia, dikaitkan sebagai doa.
Sebab, sebelum masa pandemi Covid-19, banyak orang dari luar kampung datang berziarah ke Sendang dengan maksud dan tujuan bermacam-macam.
Bahkan, disertai dengan ritual tertentu.
Karenanya, kata "Tirtodipuro" disematkan, dengan harapan apabila ada kesalahan semoga dimaafkan.
Kini, bangunan pabrik sudah tiada.
Berganti menjadi pematang sawah dan kebun salak.
Disampingnya, meninggalkan jejak-jejak mata air yang sudah ditampung dengan kolam untuk tempat mandi.
Namanya sendang Mbabrig.
Mbah Isno, adalah lelaki tua yang hingga saat ini masih merawat sekaligus rutin membersihkan sendang tersebut.
Baginya, Sendang Mbabrig memiliki sejarah panjang. Keberadaannya harus tetap dilestarikan.
Apalagi, sebelum ditemukan mata air lain, warga kampung Nglebeng sempat menggantungkan air untuk kebutuhan sehari-hari dari sendang tersebut.
"Dulu, warga banyak yang menggantungkan air dari sendang Mbabrig. Sekarang tinggal saya," papar Lelaki kelahiran 1945 itu.
Sendang Mbabrig memiliki air yang sangat jernih.
Airnya bisa dikonsumsi.
Kehadirannya bagaikan mata air abadi.
Sebab, menurut Mbah Isno, sendang tidak pernah kering meski dimusim kemarau.
Saat bulan Safar, penanggalan Jawa, melalui tradisi Merti Dusun, mata air Mbabrig menurutnya sering diambil lalu diarak bersama Bregodo keliling kampung.
Meskipun tidak sampai kehabisan, Mbah Isno mengungkapkan, sejak dua tahun terakhir, debit mata air Mbabrig berkurang cukup drastis.
Ia tidak tahu penyebab pastinya.
Namun diduga karena seputar lokasi sendang, oleh warga, dibuat sumur.
Ia sendiri berharap, Sendang Mbabrig akan tetap lestari. Hingga anak cucu kelak. (Tribunjogja.com | Rif)