Hampir Setahun Siswa Belajar Daring, Orang Tua Paling Diandalkan untuk Pendidikan Karakter

Kepala SMKN 6 Yogyakarta, Wiwik Indriyani, mengungkapkan kekhawatirannya pada perkembangan pola belajar dan karakter siswa di masa

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
dok.istimewa
ilustrasi berita pendidikan 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pembelajaran daring selama pandemi sudah berlangsung hampir satu tahun.

Salah satu hal yang dikhawatirkan sulit tercapai selama menggunakan metode ini adalah pendidikan karakter para siswa. 

Kepala SMKN 6 Yogyakarta, Wiwik Indriyani, mengungkapkan kekhawatirannya pada perkembangan pola belajar dan karakter siswa di masa pembelajaran daring. 

"Sebenarnya kasihan juga, generasi periode ini kan hampir satu tahun daring, itu yang saya khawatirkan jadi pola tata belajar, pola kinerjanya, karakternya, kami tidak bisa 100 persen memantau. Harus betul-betul ada kontribusi orang tua," kata Kepala SMKN 6 Yogyakarta, Wiwik Indriyani kepada Tribun Jogja, Selasa (9/2/2021). 

Sebanyak 10 Warga di Kulon Progo Diduga Keracunan Setelah Makan Tempe Benguk

KRL Jogja-Solo Resmi Beroperasi Penuh Mulai Hari Ini: Berikut Jadwal, Tarif dan Stasiun yang Dilalui

Wiwik menjelaskan, selama pandemi pihak sekolah juga harus mengandalkan orang tua.

Oleh karena itu, pihaknya sering berkoordinasi melalui Zoom meeting dengan orang tua.

Lebih lanjut, Wiwik menerangkan, jika ada anak yang mempunyai kasus khusus, pihak sekolah akan melakukan home visit.

"Jika ada anak yang ketidakhadirannya di belajar daring itu sering, kami lakukan home visit, konferensi kasus, lalu kami lakukan pemanggilan, ditangani oleh teman-teman BK dan kesiswaan," tuturnya.

Kasus tersebut biasanya terjadi baik dalam kesulitan belajar maupun kesulitan akses, yang terpantau dari ketidakhadiran selama belajar daring.

Sejak Januari 2021, menurut Wiwik, ada sekitar 5 anak yang mengalami kasus khusus dan sudah tertangani.

"Sudah terselesaikan, dia ternyata ada yang sambil bekerja. Kami carikan solusinya," tandas Wiwik.

Terpisah, orang tua dari 2 siswa kelas 2 SMA dan 1 siswa kelas 2 SMP, Ananta Herry Kurniawan mengungkapkan pandangan serupa.

Menurutnya, selama kegiatan belajar mengajar menggunakan metode daring, peran guru dalam pendidikan karakter menjadi sangat kecil. 

Sebaliknya, peran orang tua untuk hal itu menjadi jauh lebih besar.

"Pendidikan karakter saat ini lebih sulit lagi. Harus melalui peran orang tua dan lingkungan. Peran guru sangat kecil," ucapnya ketika dihubungi, Rabu (10/2/2021). 

Ananta menambahkan, dirinya pernah mendapatkan cerita dari guru agama di SMP saat ia masih menjabat sebagai Ketua Komite. 

"Saya pernah dicurhati guru Pendidikan Agama, ketika masih belajar di sekolah saja beliau kesulitan dengan sistem zonasi. Mohon maaf, SMP itu dekat dengan wilayah kumuh, jadi menerima murid sekadarnya. Sudah beberapa kali saya dicurhati, sulit ngandani (menasihati) anak-anak, ada yang rambutnya dicat, ada yang merokok. Apalagi sekarang beliau-beliau enggak bisa langsung ketemu," tandasnya. 

Sementara itu, siswa kelas XII SMAN 2 Wonosari, Gilang Cahya Nusantara mengatakan, mengenai tata tertib di sekolah telah dijelaskan sejak kelas X saat siswa baru memasuki SMA. 

Sementara, selama kelas XI dan XII hal itu disampaikan guru saat bertemu di sekolah dan menemukan siswa yang tidak patuh tata tertib.

Sementara, selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) hal itu disampaikan dengan cara sama, namun melalui daring, semisal video call. 

Guru SMAN 3 Bantul Kontrol Pendidikan Karakter Siswa dengan Video Classroom dan Video Call Personal

Sambangi KUA Gunungkidul, Bidang Urais Kemenag DIY Pastikan Gerakan Prokes 5M Berjalan Efektif

"Selama kelas XI dan XII mungkin kalau ke sekolah sering ditanyai, kalau pas ke sekolah ada yang rambut gondrong. Pas PJJ kadang ditanyai, kok gondrong? Ya wis (ya sudah) potong," tuturnya. 

"Pas tatap muka Meet (video konferensi) diwajibkan semua siswa pakai seragam," sambungnya. 

Sementara itu, terkait kedisiplinan siswa terhadap jam pelajaran daring, Gilang menuturkan, sekolah sudah membuat sistem yang cukup baik terkait hal tersebut dengan cara membuat presensi dan tindak lanjutnya. 

"Kalau jadwal, sekolah pasti membuat bagaimana siswa itu jadi disiplin, setiap mau pergantian pelajaran wajib diisi (presensi). Guru yang mengajar akan kasih tahu ke wali kelas siapa saja yang tidak hadir. Wali kelas akan langsung menghubungi (siswa tersebut)," tandasnya. (uti) 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved