Pendidikan
Pakar Epidemiologi Klinik UGM Jelaskan Beberapa Faktor Seseorang Tak Mau Terima Vaksin COVID-19
Pakar Epidemiologi Klinik FK-KMK UGM memiliki penjelasan mengenai faktor yang membuat seseorang tidak mau menerima vaksin COVID-19.
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Suara-suara pro dan kontra di kalangan masyarakat terkait penerimaan vaksin COVID-19 masih terus bergulir.
Sebagian di antaranya menolak menerima vaksin COVID-19 dan menganggap pemaksaan penerimaan vaksin sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Pakar Epidemiologi Klinik dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Prof dr Moh Hakimi, SpOG(K), PhD memiliki penjelasan mengenai faktor yang membuat seseorang tidak mau menerima vaksin COVID-19.
Menurutnya, hal itu banyak dikaji di dalam literatur-literatur ilmiah yang menggunakan teori the health belief model atau model kepercayaan terkait masalah-masalah kesehatan.
Baca juga: Penolak Vaksin Sebut Pemaksaan sebagai Pelanggaran HAM, Ini Pendapat Pakar Epidemiologi UGM
Dalam teori tersebut, seseorang dipengaruhi oleh beberapa hal.
Pertama, persepsi tentang keseriusan masalah yang dihadapi.
Dalam hal ini, keseriusan COVID-19 dan akibatnya.
Dengan memahami persepsi berat ringannya suatu masalah, menurut Hakimi, kita bisa menjelaskan akibat jika tidak menerima vaksin COVID-19.
Kedua, persepsi tentang kerentanan penyakit.
Ketiga, persepsi tentang manfaat dan hambatan.
Keempat, persepsi tentang ancaman.
Kelima, persepsi tentang self-efficacy atau kemampuan seseorang untuk mengambil tindakan yang diperlukan.
Keenam, cues to action atau faktor yang mengaktivasi kesiapan untuk berubah, misalnya menerima vaksin COVID-19.
Baca juga: Soal Vaksinasi COVID-19, DPRD DI Yogyakarta Nilai Tak Perlu Ada Sanksi-sanksi
"Itu semua dipengaruhi oleh beberapa modifikasi variabel, seperti demografi (ras, gender, dan sebagainya) dan ciri-ciri psikologis (personalitas, tekanan peer group, dan sebagainya)," ujar Hakimi dalam webinar CBMH (Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora Kedokteran FK-KMK) UGM, Rabu (20/1/2021).