Kisah Ismanto, Perjuangan Besar Memikul Peti Jenazah dengan Protokol Covid-19 di Kulon Progo
Malam itu tidak berbeda dari malam-malam sebelumnya di Desa Banjaroyo, Kepanewon Kalibawang, Kulonprogo.
Penulis: Taufiq Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
Hari sudah berganti, Rabu (13/1/2021), Ismanto masih bertahan di sana, Ia akan menjadi ketua regu dari satgas desa untuk prosesi pemakaman itu.
Hatinya mantap, memilih opsi jalur pertama dengan jarak tempuh sekitar 500-800 meter, diperkirakan memakan waktu kurang dari satu jam, namun medannya terjal, turun, dan menanjak.

Opsi keduatak diindahkannya, karena jarak tempuh terlalu jauh, sekitar 3 kilometer, karena harus memutar meski medannya lebih baik.
Ia beranggapan kalau terlalu lama mengenakan baju hazmat juga tidak baik, apalagi sambil menggotong peti jenazah dengan jarak tempuh yang jauh.
Hingga sekitar pukul 02.30 WIB, akhirnya Ismanto pulang ke rumah, merebahkan badannya walau sejenak, demi menjaga kondisi tubuhnya yang hampir setengah abad itu.
"Saya malah susah tidur, karena kepikiran terus, bukan masalah beratnya, tapi medan terjalnya, semua harus selamat," katanya pendek.
Baca juga: JADWAL MU Tandang ke Anfield Lawan Liverpool, Kesempatan Amankan Poin
Baca juga: Komentar Frank Lampard Jelang Chelsea Tandang ke Markas Fulham
Pukul 07.00 WIB, udara masih segar, matahari dari ufuk timur masih terlihat malu-malu untuk muncul.
Ismanto dan beberapa temannya sudah sampai kembali di rumah duka, Ia memutuskan hari itu libur dari pekerjaan sehari-harinya sebagai pengepul hasil bumi.
Begitupun yang lainnya, rela meninggalkan pekerjaan sejenak untuk membantu tetangganya yang sedang berduka.
Ismanto bersama lima temannya mengawali pagi dengan survei tempat, sambil membuka jalan dari tingginya ilalang, di jalan yang akan ditempuhnya nanti.
Mereka memperhitungkan dengan matang cara yang tepat untuk melewati medan itu dengan selamat.
Ia juga memeriksa tanah yang akan digali ternyata lebih keras dari dugaan, hal ini juga yang menjadi keterlambatan dari rencana penguburan sebelum pukul 12.00 WIB.
Sekembalinya, seluruh personel sudah bersedia untuk berkumpul tepat pukul 11.00 WIB.
Menyiapkan segala keperluan yang akan digunakan, seperti bambu, tali tambang, hingga perut yang sudah terisi.
Selepas salat Dzuhur berjamaah, baju hazmat berwana telor asin serentak dipasang, membungkus tubuh para satgas desa.