Mahasiswa UNY Teliti Penanggalan Jawa Pranata Mangsa sebagai Pedoman Bercocok Tanam

Sekelompok mahasiswa UNY mengadakan telaah literatur mengenai tingkat efektivitas penggunaan pranata mangsa pada era modern.

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
Ist
Kampus UNY 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Indonesia memiliki berbagai peninggalan budaya dan kearifan lokal yang unik.

Salah satu bentuk peninggalan yang masih ada sampai saat ini adalah sistem penanggalan pranata mangsa

Sistem penanggalan ini merupakan kearifan lokal masyarakat Jawa yang berkaitan dengan pengelolaan lahan pertanian. 

Sejak zaman dahulu, orang Jawa telah memandang alam sebagai subjek, yang artinya mereka tunduk terhadap alam. 

Sekelompok mahasiswa UNY mengadakan telaah literatur mengenai tingkat efektivitas penggunaan pranata mangsa pada era modern. 

Tujuannya, untuk menganalisis tinjauan sains yang dapat difungsikan sebagai alternatif peningkatan keakuratan penanggalan pranata mangsa. 

Baca juga: PSIM Yogyakarta Belum Berencana Bubarkan Tim

Baca juga: Polri Buka Rekrutmen Siswa SIPSS Tahun 2021

Mereka adalah Hernia Nur Hidayah dan Dwi Nurhayati dari Fakultas Ilmu Sosial serta Farhan Kusuma Putra dari Fakultas MIPA.

Hernia Nur Hidayah menjelaskan, masyarakat Jawa berpandangan bahwa perubahan cuaca dan musim menentukan apa yang harus dilakukan oleh mereka, misalnya dalam urusan bercocok tanam

Pada era modern seperti saat ini, beberapa penelitian menyatakan pranata mangsa memang kurang efektif jika diterapkan pada era sekarang. 

Hal ini disebabkan adanya perubahan iklim secara drastis yang mengakibatkan perubahan musim yang tidak menentu.

Perubahan iklim mengakibatkan prediksi penanggalan pranata mangsa akan bergeser, sehingga akan sulit untuk membuat prediksi tanam. 

Kendati demikian, menurut Hernia, ilmu pranata mangsa sampai sekarang masih digunakan oleh sebagian kecil masyarakat Jawa khususnya para petani. 

“Pranata mangsa akan menjaga keseimbangan alam dengan sistem tanamnya yang tradisional dan sesuai dengan kehendak alam, ” ujarnya, dihubungi, Kamis (7/1/2021).

Oleh karena itu, penerapan pranata mangsa perlu dilestarikan kembali mengingat keberadaannya sangat membantu dalam meningkatkan efektivitas penggunaan lahan pertanian dan tingginya permintaan pangan. 

Alternatif yang ditawarkan untuk meningkatkan ketepatan penanggalannya adalah diperlukan suatu ilmu sains untuk mengintegrasi analisis penerapannya. 

Dwi Nurhayati menambahkan, tujuan dari literature review ini adalah untuk menganalisis hasil penelitian terkait tinjauan sains yang dapat difungsikan sebagai alternatif peningkatan keakuratan penanggalan pranata mangsa

Analisis ini akan menjadi salah satu pertimbangan penggunaan pranata mangsa pada era modern, guna meningkatkan kualitas dan produksi tanaman pangan.

Farhan Kusuma Putra menjelaskan, pranata mangsa terdiri atas 12 musim dalam setahun, yaitu Mangsa Kasa (Kartika), Mangsa Karo (Poso), Mangsa Katelu, Mangsa Kapat (Sitra), Mangsa Kalima (Manggala), Mangsa Kanem (Naya), Mangsa Kapitu (Palguna), Mangsa Kawolu (Wasika), Mangsa Kasanga (Jita), Mangsa Kasepuluh (Srawana), Mangsa Destha (Pradawana), dan Mangsa Sadha (Asuji). 

“Dalam tinjauan sains dari aspek klimatologi, pranata mangsa memberikan informasi mengenai perubahan musim serta waktu-waktu yang dipengaruhi oleh angin disertai arahnya yang dikendalikan oleh peredaran matahari," paparnya. 

Pranata mangsa menggunakan peredaran matahari sebagai acuan dengan siklus berumur 365 hari atau 366 hari.

Tanggal 22 Juni dipilih sebagai hari pertama dalam kalender pranata mangsa karena pada tanggal tersebut adalah hari pertama bergesernya kedudukan matahari dari garis balik utara ke garis balik selatan.

Farhan mengungkapkan, bila matahari begeser ke utara dan berada di utara khatulistiwa, artinya musim kemarau.

Sebaliknya, bila matahari bergeser ke selatan dan berada di selatan khatulistiwa, artinya musim hujan. 

Bila matahari berada di sekitar khatulistiwa, artinya musim pancaroba, yang terbagi menjadi dua, yaitu pancaroba menjelang musim penghujan dan pancaroba menjelang musim kemarau. 

Baca juga: BREAKING NEWS : Seorang Perempuan Paruh Baya Tewas Setelah Jadi Korban Tabrak Lari di Kulon Progo

Baca juga: Peringatan Dini BMKG, Berikut Daftar Wilayah Berpotensi Terjadi Cuaca Ekstrem untuk Jumat Esok Hari

Melihat posisi Pulau Jawa yang terletak pada 5°54’08” - 8°50’20” Lintang Selatan dan relatif sejajar dengan garis khatulistiwa, maka diduga pranata mangsa hanya berlaku di Pulau Jawa, mungkin juga hingga Pulau Bali. 

Hasil penelitian dari 5 literatur menyatakan, untuk meningkatkan keakuratan pranata mangsa petani perlu memerhatikan alternatif yang digunakan dalam analisisnya. 

Tinjauan sains yang digunakan dalam narrative review ini adalah gerak semu tahunan matahari dan arah angin. 

Pranata mangsa adalah suatu kearifan lokal yang perlu dilestarikan mengingat manfaatnya yang sangat besar bagi segala bidang kehidupan. 

"Penerapan pranata mangsa pada era modern dilakukan dengan menggunakan tinjauan sains berupa arah angin dan dikendalikan oleh peredaran matahari sehingga, dapat menghasilkan suatu penanggalan pranata mangsa yang lebih  akurat," tandas Farhan. (uti) 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved