Gunung Merapi

Puncak Gunung Merapi Alami Pemekaran Sebesar 4 Meter, Magma Mendekat ke Permukaan

Gunung Merapi mengalami peningkatan deformasi atau pemekaran tubuh akibat desakan magma dari dalam.

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.com | Setya Krisna Sumargo
Penampakan Gunung Merapi Desa Candibinangun, Pakem dan Desa Kepuharjo, Cangkringan, Sleman, Sabtu (28/11/2020) . 

Pemantauan visual merupakan metode pemantauan tertua di Gunung Merapi. Berawal dari sekadar pengamatan kasat mata terhadap fenomena aktivitas gunung api, kini pengamatan visual juga dilakukan dengan menerapkan teknologi mutakhir seperti fotogrametri maupun teknologi penginderaan jauh melalui satelit.

Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG, Agus Budi Santoso dalam Siaran Informasi BPPTKG, Sabtu (28/11/2020).
Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG, Agus Budi Santoso dalam Siaran Informasi BPPTKG, Sabtu (28/11/2020). (tangkapan layar Siaran Informasi BPPTKG, Sabtu (28/11/2020).)

“Pemantauan visual bertujuan untuk memantau aktivitas Merapi melalui data-data visual," ungkap Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Agus Budi Santoso pada Siaran Informasi BPPTKG yang ditayangkan di kanal YouTube BPPTKG Channel, Sabtu (28/11/2020).

Zaman dahulu, lanjut Agus, petugas pengamat Gunung Merapi melakukan pengamatan visual berupa kolom asap, titik api, alterasi batuan, lava pijar, awan panas, maupun perubahan morfologi.

Selain itu, pengamat juga menggambar sketsa morfologi puncak secara berkala sehingga perkembangan aktivitas dapat diketahui melalui sketsa tersebut.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, BPPTKG-PVMBG-Badan Geologi mengaplikasikan pemantauan visual dengan menggunakan teknik fotografi.

Saat ini terdapat 35 stasiun kamera yang berada di sekeliling Gunung Merapi, termasuk 9 stasiun kamera DSLR dan 2 kamera thermal. Foto yang diperoleh dari kamera menggantikan sketsa untuk mengukur perubahan morfologi secara spasial.

Saat muncul kubah lava Merapi pada Agustus 2018 lalu, BPPTKG menerapkan analisis fotogrametri untuk melihat perubahan morfologi dari waktu ke waktu.

“Dari analisis fotogrametri, kita jadi tahu bagaimana kubah lava berkembang. Jadi kubah lava ini berkembang dari tengah kemudian ke sekitarnya atau pertumbuhannya cenderung endogenik,” ungkap Agus.

Selain memeroleh foto dengan teknik fotografi, BPPTKG juga menerapkan teknologi drone untuk menghasilkan foto.

Kelebihan dari metode ini adalah foto dapat diperoleh dengan perspektif yang tepat seperti yang diinginkan, bahkan untuk daerah yang tidak terjangkau langsung oleh manusia.

Agus menyatakan, dengan menggunakan drone, kita tidak perlu mendatangi tempat-tempat yang berbahaya.

Analisis morfologi area puncak berdasarkan foto dari sektor tenggara tanggal 26 November terhadap tanggal 19 November 2020 menunjukkan adanya perubahan 
morfologi area puncak, yaitu runtuhnya sebagian kubah Lava 1954.
Analisis morfologi area puncak berdasarkan foto dari sektor tenggara tanggal 26 November terhadap tanggal 19 November 2020 menunjukkan adanya perubahan morfologi area puncak, yaitu runtuhnya sebagian kubah Lava 1954. (IST)

"Seperti saat ini, tidak ada misi ke puncak karena pemantauan visual dapat dilakukan melalui drone dan satelit," imbuhnya.

Pengambilan data drone yang dilakukan secara berulang, dapat membantu analisis perubahan morfologi dari waktu ke waktu.

Agus menunjukkan hasil analisis profil morfologi, kubah lava 2018 berhenti tumbuh pada akhir Desember 2018.

Selain itu, perhitungan volume kubah lava lebih akurat karena volume dihitung secara 3 dimensi, berbeda dengan era krisis sebelum ini di mana hanya menggunakan foto 2 dimensi sehingga kurang representatif.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved