Gunung Merapi

Penjelasan BPPTKG Yogyakarta Naikkan Status Gunung Merapi ke Siaga

peningkatan status Gunung Merapi menjadi siaga atau level III. Sebelum naik ke siaga, Gunung Merapi telah berstatus waspada

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Iwan Al Khasni
VolcanoYT
Gunung Merapi 

- Gunung Merapi Naik Status ke Siaga

- Wilayah Berpotensi Bahaya Wilayah DIY dan Jateng

Alat Pemantauan Aktivitas Gunung Merapi di Pos Pengamatan Kaliurang, Rabu (28/10/2020)
Alat Pemantauan Aktivitas Gunung Merapi di Pos Pengamatan Kaliurang, Rabu (28/10/2020) (TRIBUNJOGJA.com | Setya Krisna Sumargo)

TRIBUNJOGJA.COM Yogyakarta - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) sudah mengumumkan peningkatan status Gunung Merapi menjadi siaga atau level III.

Status itu diumumkan pada Kamis (5/11/2020).

Sebelum naik ke siaga, Gunung Merapi telah berstatus waspada (level II) sejak 21 Mei 2018.

Artinya dengan status siaga maka potensi bahaya yang semula berada dalam radius 3 km dari puncak Gunung Merapi pada saat status waspada, kini ditingkatkan menjadi 5 km.

Kepala BPPTKG, Hanik Humaida menjelaskan, pasca erupsi besar 2010, Gunung Merapi mengalami erupsi magmatis kembali pada 11 Agustus 2018 yang berlangsung hingga September 2019.

Seiring dengan berhentinya ekstrusi magma, Gunung Merapi kembali memasuki fase intrusi magma baru yang ditandai dengan peningkatan gempa vulkanik dalam (VA) dan rangkaian letusan eksplosif sampai dengan 21 Juni 2020.

“Setelah letusan eksplosif kecil pada 21 Juni 2020 kemarin, sudah lima bulan, kegempaan internal yaitu vulkanik dalam (VA), vulkanik dangkal (VB), dan fase banyak (MP) mulai meningkat."

"Sebagai pebandingan, pada Mei 2020 gempa VA dan VB tidak terjadi dan gempa MP terjadi 174 kali. Kemudian, pada Juli 2020 terjadi gempa VA 6 kali, VB 33 kali, dan MP 339 kali,” ujar Hanik dalam konferensi pers daring, Kamis (5/11/2020).

Hanik melanjutkan, sesaat setelah terjadi letusan eksplosif 21 Juni 2020, terjadi deformasi atau penggembungan tubuh Gunung Merapi sebesar 4 cm yang ditunjukkan dengan pemendekan jarak baseline electronic distance measurement (EDM) sektor barat laut Babadan-RB1 (EDM Babadan).

Setelah itu, pemendekan jarak terus berlangsung dengan laju sekitar 3 mm/hari sampai September 2020.

Sejak Oktober 2020 kegempaan meningkat semakin intensif.

Pada 4 November 2020 rata-rata gempa VB 29 kali/hari, MP 272 kali/hari, guguran (RF) 57 kali/hari, hembusan (DG) 64 kali/hari.

Adapun deformasi yang ditunjukkan oleh EDM Babadan mencapai 11 cm/hari.

Menurut Hanik, jika ada magma yang berjalan ke permukaan maka di sana ada tekanan.

Tekanan inilah yang mengakibatkan tubuh gunung api mengembang dengan kecepatan mm, cm, hingga meter (jika terjadi erupsi besar) per hari.

Ditanya mengapa deformasi saat ini dominan di sektor barat, Hanik menjelaskan sebenarnya pengukuran dilakukan di seluruh keliling Gunung Merapi.

Besar kecilnya deformasi mengindikasikan besar kecilnya tekanan yang terjadi dari dalam.

“Kalau ke arah barat berarti titik gembungnya itu ada di sisi barat,” lanjut Hanik.

Kondisi data pemantauan di atas, kata Hanik, sudah melampaui kondisi menjelang munculnya kubah lava 26 April 2006, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi sebelum erupsi 2010.

Berdasarkan pengamatan morfologi kawah Gunung Merapi dengan metode foto udara (drone) pada 3 November 2020 belum terlihat adanya kubah lava baru.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida. (Tangkapan layar kegiatan webinar peringatan Dasawarsa Merapi, Rabu (4/11/2020).)

“Sampai saat ini, dengan adanya kegempaan dan deformasi yang masih terus meningkat dimungkinkan adanya proses ekstrusi magma secara cepat atau letusan eksplosif,” beber Hanik.

Menurutnya, potensi ancaman bahaya saat ini berupa guguran lava, lontaran material, dan awan panas sejauh maksimal 5 km.

“Berdasarkan evaluasi data pemantauan tersebut disimpulkan bahwa aktivitas vulkanik saat ini dapat berlanjut ke erupsi yang membahayakan penduduk,” imbuhnya.

Potensi Bahaya

Potensi bahaya saat ini terdapat di 13 desa dan 30 dusun.

Prakiraan daerah bahaya di DIY meliputi Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Tepatnya di Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo; Dusun Kaliadem, Desa Kepuharjo; dan Dusun Pelemsari, Desa Umbulharjo.

Sementara, di Jawa Tengah terdapat di tiga kabupaten, yakni Magelang, Boyolali, dan Klaten, tersebar di 27 dusun, 9 desa, dan 3 kecamatan.

Dengan peningkatan status dari waspada menjadi siaga, potensi bahaya yang semula berada dalam radius 3 km dari puncak Gunung Merapi, kini ditingkatkan menjadi 5 km.

Menurut Hanik, radius maksimal 5 km tersebut seluruhnya ada di kawasan rawan bencana (KRB) III, namun bukan berarti seluruh KRB III berada di dalam potensi bahaya.

Kubah lava Gunung Merapi
Kubah lava Gunung Merapi (Tribun Jogja/ Setya Krisna Sumargo)

Untuk itu, BPPTKG mengeluarkan beberapa rekomendasi untuk diperhatikan oleh masyarakat maupun pemangku kebijakan terkait.

“Penambangan di alur sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi dalam KRB III direkomendasikan untuk dihentikan. Pelaku wisata agar tidak melakukan kegiatan wisata di KRB III Gunung Merapi termasuk kegiatan pendakian ke puncak Gunung Merapi,” papar Hanik, Kamis (5/11/2020).

Selain itu, Pemerintah Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten agar mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan upaya mitigasi bencana akibat letusan Gunung Merapi yang bisa terjadi setiap saat.

Mengenai desa yang berpotensi terjadinya bahaya, kata Hanik, sampai saat ini tindakan yang diambil menyesuaikan protap peraturan daerah saat status siaga Gunung Merapi.

“Tidak ada rekomendasi desa yang harus dikosongkan. Sesuai protap BPBD status masih siaga, nanti BPBD yang menentukan. Kami kembalikan ke protap pemerintah daerah,” ungkap Hanik.

Hingga kini, lanjut Hanik, prediksi guguran akan mengarah ke arah Kali Gendol. Sebab, bukaan kawah Gunung Merapi juga mengarah ke Kali Gendol dan belum muncul kubah lava baru pada Gunung Merapi.

Hanik berpesan kepada masyarakat untuk terus mengikuti arahan dari pemerintah daerah maupun informasi dari BPPTKG. “Mari kita bersama-sama menghadapi krisis Merapi ini dengan kolaboratif yang bagus,” tandasnya. ( Tribunjogja.com | Maruti Asmaul Husna )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved