Kabupaten Bantul
Mengenal Briptu Ima, Polwan Cantik yang Pernah Disandera Kelompok Bersenjata di Afrika
Mengenal Briptu Ima, Polwan Cantik yang Pernah Disandera Kelompok Bersenjata di Afrika
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Beberapa waktu lalu wajah Briptu Hikma Nur Syafa Atun sempat mencuri perhatian di jagat maya.
Selain karena parasnya yang ayu, ia merupakan petugas penjaga perdamaian PBB di Afrika Tengah. Tepatnya di Bangui.
Polwan yang bertugas di Satlantas Polres Bantul tersebut bergabung dengan Formed Police Unit (FPU) bersama dengan 139 polisi lainnya. Dari 139 polisi, 14 di antaranya adalah polwan.
Ima sapaan akrabnya menceritakan sejak menjadi polwan 2013 lalu, ia bercita-cita untuk mendapatkan program tugas luar negeri.
Gayung bersambut, pada tahun 2018 dibuka peluang misi tersebut. Tak ingin menyianyiakan peluang, ia pun mencoba mendaftar.
Untuk menjalankan misi kemanuasiaan tersebut, tentu perempuan berusia 26 tahun itu terpaksa berpisah dengan orangtuanya. Selama 15 bulan, Ima hanya bisa berkomunikasi via telepon.
"Dulu memang ingin ikut program internasional, ingin punya pengalaman lebih di kepolisian.
Tahun 2018 dibuka peluang ini, langsung mendafatar, dan menjalani tes. Berangkat tanggal 27 Juni 2019,dari Polda DIY ada dua yang bertugas. Orangtua sangat mendukung, perasaan khawatir pasti ada, tetapi tetap mendukung,"tuturnya, Selasa (03/11/2020).
Baca juga: Terlalu Lama Menunggu Tanjung Adikarto, Sri Sultan HB X Pilih Kembangkan Pelabuhan Gesing
Baca juga: Sudah Telan Anggaran Ratusan Miliar, Dewan Tagih Penyelesaian Pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarto
Kehidupan di sana tidak mudah, ia dan teman-temannya harus membangun tenda dari nol.
Anak ke dua dari dua bersaudara ini harus merasakan panas dan hujan selama tiga bulan di dalam tenda.
Masalah adaptasi cuaca tak menjadi masalah bagi Ima.
Namun yang menjadi masalah cukup serius adalah adanya kelompok bersenjata yang harus dihadapinya sebagai seorang petugas penjaga perdamaian PBB.
Bahkan suatu waktu, kelompok bersenjata di wilayah tugasnya melakukan penyanderaan terhadap sejumlah petugas penjaga perdamaian, termasuk Ima.
Beruntung, dengan kemampuan komunikasi dan negosiasi yang baik, ia dan teman-temannya dibebaskan.
"Tugas kami di sana cukup berat, karena kami yang pertama membangun kepercayaan mereka (warga Bangui). Sempat tersandera dalam mobil, tetapi dengan komunikasi yang baik, kami berikan pengertian akhirnya kami dibebaskan,"ungkapnya.
Pengalaman disandera ternyata bukan satu-satunya pengalamannya bersingungan langsung dengan kelompok bersenjata.
"Saat itu kelompok sedang melakukan patroli, kemudian terjadi baku tembak, dan kami berada di tengah baku tembak itu. Tentu ada perasaan cemas, tetapi akhirnya kami semua bisa kembali dengan sehat,"sambungnya.
Meski terkesan sangar saat menenteng senjata, namun sosok perempuan kelahiran Bantul, 01 Agustus 1994 tersebut sangat dekat dengan anak-anak di Bangui.
Banyak foto kedekatannya dengan anak-anak Bangui yang dibagikan melalui sosial media pribadinya.
Setelah kepulangannya dari Bangui pada September lalu, Ima harus kembali beradaptasi dengan Indonesia. Selisih enam jam membuatnya sedikit kesulitan mengatur pola tidur.
"Perbedaan waktu enam jam, harus adaptasi lagi. Sempat sulit mengatur pola tidur, tetapi saat ini sudah normal lagi,"ujarnya.
Baca juga: Hari Pertama Malioboro Bebas Kendaraan Bermotor, Pemasukan PKL Turun 30 Perssen
Ia mengaku pengalaman selama di Bangui, Afrika Tengah sangat berharga. Jika dibandingkan dengan Indonesia, keadaan di Bangui sangat memprihatinkan.
"Harus lebih banyak bersyukur, kalau dibandingkan dengan Indonesia sangat jauh. Di sana tidak ada sekolah, untuk makan dan minum susah.
Kadang meraka kalau ketemu kami tidak minta barang, tetapi minta makanan. Anak-anak dikasih permen, biskuit saja sudah senang sekali, makanya kami dekat dengan anak-anak,"tambahnya.
"Kami tidak tega, makanya kami sering berbagi makanan dengan mereka. Orang Indonesia dikenal sebagai orang baik.
Bahkan saat kami pulang anak-anak sampai menangis, tidak mau ditinggal. Sampai sekarang ada beberapa yang masih berkomunikasi dengan whatsapp,"tutupnya. (Tribunjogja/Christi Mahatma Wardhani)