Kisah Inspiratif

Kisah Warga Merapi Setelah Relokasi, Beradaptasi dengan Hidup Baru

Relokasi sempat menjadi pilihan yang penuh perdebatan, banyak pula pengorbanan yang harus dilakukan warga.

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Gaya Lufityanti
Tangkapan layar acara Jagongan Virtual Warga Merapi melalui kanal YouTube Dasawarsa Merapi, Jumat (30/10/2020).
Jagongan Virtual Warga Merapi dalam peringatan Dasawarsa Merapi. 

Bahkan, untuk membangun satu rumah hingga jadi.

Namun, saat ini di huntap warga menjadi lebih sibuk memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhan dan biaya hidup yang dituntut meningkat.

“Kalau masalah sosial, menurut saya pribadi, tetangga kami lebih sibuk memikirkan bagaimana dirinya bisa berjalan. Kalau dulu mungkin bersama-sama, kalau butuh teman ada. Tapi saya tidak bilang egois, hanya kami memang beda dari yang dulu,” bebernya.

Ibu yang berhasil menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi itu mengungkapkan, saat ini lebih senang tinggal di huntap.

Sebab, secara akses lebih mudah untuk ke berbagai tempat.

“Saya lebih senang di huntap. Secara akses ke mana-mana saya lebih enjoy di sini. Untuk warga yang mau direlokasi, jangan takut tinggal di huntap karena tidak serumit yang kita bayangkan,” ucapnya.

Warga huntap lainnya, Remon, awalnya sempat menolak pindah ke huntap.

Menurutnya, perbedaan tinggal di huntap tidak terlalu signifikan karena hanya berjarak 9 km dari puncak Gunung Merapi dan berdekatan dengan Kali Opak yang berhulu di Merapi.

Selain itu, ketika itu ada isu bahwa tanah yang dulu mereka tempati akan dijadikan hutan lindung.

Baca juga: Masih Ada 523 KK Warga Lereng Gunung Merapi yang Tinggal di Zona Merah

“Setelah mediasi yang kami lakukan ternyata dijadikan hutan rakyat, sehingga tanah itu masih menjadi hak milik warga. Akhirnya ya mau tak mau kami memilih huntap,” tuturnya.

Saat ini, ia dan sebagian warga lain masih harus naik turun setiap hari untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Remon dan warga lainnya masih menjalani pekerjaan lama sebagai petani atau peternak yang harus mencari rumput ke dekat puncak Merapi.

Jarak dusun lama dan huntapnya adalah 6 km.

“Kalau dulu tidak perlu keluar uang tiap hari, sekarang harus ada uang minimal Rp10 ribu untuk satu liter bensin membawa rumput ke huntap. Ternak tetap harus di kandang komunal (di dekat huntap), dijauhkan dari ancaman,” jelasnya.

Secara ekonomi, akhirnya warga harus bekerja dan menghasilkan uang lebih banyak.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved