Survei BPPTKG, Aspek Kesadaran dan Perilaku Masyarakat KRB Gunung Merapi Masih Rendah

Erupsi Gunung Merapi 2010 merupakan pembelajaran di mana peringatan dini yang baik belum menjamin keberhasilan mitigasi bencana.

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
IST
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) 2007-2015, Subandriyo dalam Webinar bertajuk ‘Praktik Baik dari Merapi’ yang diselenggarakan BPPTKG, Kamis (29/10/2020). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Erupsi Gunung Merapi 2010 merupakan pembelajaran di mana peringatan dini yang baik belum menjamin keberhasilan mitigasi bencana.

Faktanya, berdasarkan data BNPB bencana Merapi 2010 telah mengakibatkan korban jiwa 398 orang dan kerugian harta benda Rp 3,5 triliun.

Hal itu disampaikan Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) 2007-2015, Subandriyo dalam Webinar bertajuk ‘Praktik Baik dari Merapi’ yang diselenggarakan BPPTKG, Kamis (29/10/2020).

Menurut Subandriyo, penyebaran informasi dalam menghadapi bencana Gunung Merapi 2010 telah dilakukan secara optimal, tetapi belum menjangkau kawasan di luar kawasan rawan bencana (KRB) III (lama) sektor selatan (alur Kali Gendol) yang terlanda awan panas erupsi 2010.

Baca juga: Dulu Harumkan Nama Indonesia di Kancah Internasional, Alumni UNY Ini Berakhir di Usaha Alat Berat

Baca juga: Delapan Reaktif dalam Tes Acak Wisatawan di Kawasan Borobudur Langsung Diswab, Hasilnya Negatif

“Banyaknya korban dalam erupsi 2010 kemungkinan disebabkan oleh misinformasi dalam situasi krisis,” ujarnya.

Subandriyo pun sempat melakukan survei terkait pemahaman kebencanaan masyarakat di KRB Gunung Merapi.

Hasilnya, dari penyebaran informasi kebencanaan Gunung Merapi, dari aspek pengetahuan masyarakat di KRB terhadap sumber ancaman, peta KRB dan pemahaman risiko, serta peringatan dini dinilai sudah tinggi.

Dengan rincian aspek pengetahuan masyarakat, yakni sumber ancaman (73 persen), peta KRB dan pemahaman risiko (45 persen), dan peringatan dini (70 persen).

“Tetapi kalau kita lihat dari aspek kesadaran dan perilaku masih cukup rencah. Kira-kira jatuhnya di angka 50 persen,” ungkapnya.

Ia menambahkan, ke depan, penyebaran informasi di masa pandemi tetap harus dilakukan, diperkuat melaui media sosial atau media elektronik yang sudah ada dengan meningkatkan kulitas isinya.

“Namun, yang lebih banyak mengakses informasi di media sosial justru masyarakat umum, bukan masyarakat KRB. Komunikasi langsung kepada masyarakat di KRB sangat penting dilakukan. Mulai 2008 WLPB (wajib latih penanggulangan bencana) telah kami lakukan,” terang Subandriyo.

Baca juga: BREAKING NEWS: 64 Kasus Skrining Pendidikan, Total 68 Kasus Covid-19 di Bantul Pada 29 Oktober 2020

Baca juga: BREAKING NEWS: Lonjakan 68 Kasus Covid-19 di Bantul, Total 82 Kasus di DIY Pada 29 Oktober 2020

Selain itu, kata dia, pelatihan dan sosialisasi perlu dilakukan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

“Sebarkan tips cara penyelamatan diri dari bahaya erupsi dalam setiap tingkatan peringatan dini, seperti terangkum dalam catur gatra ngadepi bebaya Gunung Merapi,” tandasnya. (uti)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved