Dulu Harumkan Nama Indonesia di Kancah Internasional, Alumni UNY Ini Berakhir di Usaha Alat Berat
Muflih Fathoni (27) mungkin tak berbeda dengan orang lain, yang harus berjuang banting tulang demi mendapatkan penghasilan.
Penulis: Alexander Aprita | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Muflih Fathoni (27) mungkin tak berbeda dengan orang lain, yang harus berjuang banting tulang demi mendapatkan penghasilan.
Namun siapa sangka pria asal Karangmojo ini sempat membawa harum nama Indonesia di kancah internasional.
Toni, panggilan akrabnya, dulu pernah mewakili Indonesia di Ajang Green Car Competition Korea Selatan.
Kompetisi itu dilakoninya semasa masih jadi mahasiswa Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
"Saat itu saya mengambil jurusan D3 Teknik Otomotif di sana. Lalu oleh dosen pembina direkrut sebagai Garuda UNY Racing Team," kata Toni, Kamis (29/10/2020).
Warga Pedukuhan Tenggara, Gedangrejo, Karangmojo ini memang tertarik dengan dunia otomotif.
Saat masih di jenjang SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) pun, ia memilih Jurusan Teknik Kendaraan Ringan.
Baca juga: Liga 1 Ditunda Hingga Awal Tahun 2021, Pelatih PSS Sleman Dejan Antonic Kaget
Baca juga: Delapan Reaktif dalam Tes Acak Wisatawan di Kawasan Borobudur Langsung Diswab, Hasilnya Negatif
Toni mengaku orangtuanya sempat keberatan dengan pilihannya tersebut, terutama saat akan kuliah.
Namun ia bersikukuh ingin kuliah di jurusan tersebut, demi kecintaannya pada dunia otomotif.
"Awalnya orangtua ingin saya ambil S1 Keguruan. Setelah dibicarakan, akhirnya diizinkan mengambil Jurusan Teknik Otomotif," kata lulusan SMK Negeri 2 Wonosari ini.
Lantaran sudah cinta dengan bidang tersebut, Toni pun mencurahkan seluruh pikiran dan tenaganya demi mempersiapkan kompetisi.
Menjadi Ketua Tim Teknik, ia berupaya mencari sponsor, sparepart mobil listrik, hingga cara merakit mobil balap ramah lingkungan.
Mei 2014, berangkatlah ia bersama tim, begitu pula puluhan tim lain ke Korea Selatan.
Setelah melalui berbagai tahapan, mobil rakitan mereka berhasil meraih peringkat 1 dan 3 dalam salah satu kategori.
"Tim kami juga berhasil menyabet penghargaan di dua kategori sekaligus, yaitu Acceleration dan Maneuverability," ungkap Toni.
Sekembalinya ke Tanah Air, Toni memilih berfokus ke studinya.
Sempat kembali berkompetisi di Jepang tahun 2015, ia lantas kembali melanjutkan kuliah hingga dinyatakan lulus pada awal 2016.
Saat diwisuda, ia mendapat gelar Ahli Madya Teknik.
Namun tak hanya itu, predikat mahasiswa berprestasi pun turut diberikan lantaran kontribusinya di kompetisi tingkat internasional.
"Saya haru, bangga, sekaligus semakin percaya diri dengan predikat tersebut," putra kedua dari pasangan Fuad Habibi dan Rumiyati ini.
Baca juga: BREAKING NEWS: 64 Kasus Skrining Pendidikan, Total 68 Kasus Covid-19 di Bantul Pada 29 Oktober 2020
Baca juga: BREAKING NEWS: Lonjakan 68 Kasus Covid-19 di Bantul, Total 82 Kasus di DIY Pada 29 Oktober 2020
Tantangan sesungguhnya baru muncul setelah ia lulus.
Pasalnya, ia sempat pontang-panting mencari kerjaan.
Bahkan pernah menjadi buruh lepas sebagai supir dengan upah Rp 50 ribu sehari.
Merasa punya latar belakang kuat di bidang otomotif, Toni sempat mendaftar pekerjaan di bengkel kendaraan berkali-kali.
Namun pengumuman tak jua diterima. Ia justru diterima sebagai Surveyor Leasing.
"Saya sempat dirumahkan perusahaan, sampai akhirnya ada ajakan teman satu tim dulu, yang membuka usaha persewaan dan servis alat berat. Ya sudah saya bergabung di situ," tuturnya.
Hingga kini, Toni masih bergabung dengan teman-temannya itu untuk membesarkan usaha tersebut.
Kondisi ekonominya pun jadi lebih baik saat ini, termasuk dalam menafkahi keluarga.
Sebab Toni saat ini sudah menikah dan memiliki satu putra.
Beruntungnya, istrinya pun seorang pekerja keras lantaran menjadi guru honorer di sebuah sekolah yang ada di Gunungkidul.
"Yang penting kebutuhan istri dan anak tercukupi dulu," ujarnya.
Masih dalam momen Sumpah Pemuda, Toni pun berharap agar potensi anak muda di negeri ini kian diangkat. Sebab mereka memiliki keunggulan yang luar biasa jika dikembangkan.
Ia pun tidak ingin orang lain seperti dirinya. Sebab pernah memiliki cita-cita tinggi, namun urung tercapai lantaran kecilnya peluang untuk mengembangkannya.
"Jangan sampai kemampuan yang dimiliki tidak dilirik oleh bangsa sendiri," kata Toni. (alx)