Kolom KPU DIY

Peluang dan Tantangan Kampanye Virtual

khusus pilkada serentak di tahun 2020 ini, karena diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19, sebagian besar aktivitasnya harus virtual.

Editor: ribut raharjo
Istimewa
Komisioner KPU DIY, Ahmad Shidqi 

Padahal bila kita mengacu pada hasil survey APJII (Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia) pada 2018 lalu, sebanyak 64,8 % penduduk Indonesia atau 171,17 juta jiwa dinyatakan sudah terkoneksi dengan internet.

Artinya, masyarakat kita sebagian besar sudah menjadi virtual community atau komunitas virtual. Meskipun menurut survei tersebut persebaran konektivitas internet sebesar 55 % masih terkonsentrasi di wilayah Jawa, setidaknya hal itu telah mewakili sebagian populasi negeri ini.

Sehingga, khusus wilayah DIY, kampanye virtual bisa menjadi peluang besar untuk menggenjot pupularitas dan leketabilitas calon.

Senada dengan APJII, hasil riset We Are Social juga menunjukkan bahwa di tahun 2020 ini terdapat 160 juta penduduk Indonesia atau sebesar 56% dari total populasi telah aktif menggunakan media sosial dengan rata-rata waktu 3-4 jam per hari.

Survei tersebut juga menemukan bahwa hampir semua pengguna internet di Indonesia atau sebanyak 99 % gemar menonton video online. Artinya, telah terjadi pergeseran pola dan cara menoton dari televisi ke smartphone.

Begitu pula pola interaksi dan komunikasi pengguna intenet juga 100 % telah menggunakan aplikasi pesan instan seperti WhatsApp atau Line.

Ada tantangan

Meskipun kampanye virtual saat ini menjadi peluang strategis untuk menggenjot popularitas dan elektabilitas, di balik itu tampaknya juga menyimpan tantangan yang tidak ringan untuk segera diantisipasi, yaitu maraknya berita bohong atau hoax yang muncul di media sosial.

Tantangan ini setidaknya telah terbukti muncul dan memperkeruh dinamika politik dalam Pemilu 2019 lalu.

Kompetisi politik yang cukup panas di 2019 telah mengikutsertakan maraknya informasi bohong dan kampanye hitam antarpendukung calon.

Banyak masyarakat tanpa sadar telah terjebak dan terpengaruh pilihan politiknya oleh propaganda berita bohong yang gencar di media sosial.

Tentu hal ini tidak ingin kita ulangi terjadi di pilkada serentak 2020. Apalagi, pilkada kali ini terlaksana di tengah keprihatinan sosial akibat bencana non-alam Covid-19.

Segala bentuk kampanye hitam dan ujaran kebencian harus betul-betul dibuang jauh dari panggung politik electoral 2020 sehingga masyarakat betul-betul mendapat informasi yang benar dan akurat sebelum menentukan pilihannya tanggal 9 Desember 2010 nanti. Semoga. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved