Kritisi Permen 18/2020, Politisi Gerindra Kota Yogya : Langkah Instan Pemerintah Turunkan Upah Buruh

Kritisi Permen 18/202, Politisi Gerindra Kota Yogya : Langkah Instan Pemerintah Turunkan Upah Buruh

Penulis: Yosef Leon Pinsker | Editor: Hari Susmayanti
Istimewa
Sejumlah asosiasi buruh menggelar aksi damai dan budaya di Titik Nol Kilometer Yogyakarta untuk mengawal penetapan upah minimum, Kamis (31/10/2019) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Anggota Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Krisnadi Setyawan menilai, terbitnya Permenaker 18/2020 tentang Perubahan atas Permenaker 21/2016 soal Kebutuhan Layak Hidup (KHL) sebagai acuan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) merupakan langkah mundur pemerintah terhadap kebijakan politik upah buruh.

"Terkait Permenaker baru itu, saya pribadi berpendapat perlu ditinjau ulang. Mengingat Permenaker yang lama saja tidak pernah dimaksimalkan agar UMK bisa mencapai KHL," katanya saat dihubungi Kamis (22/10/2020).

Politisi Gerindra ini menyatakan, pemerintah terkesan mencari langkah instan terhadap upaya penetapan upah minimum lewat penerbitan Permen tersebut.

Padahal, Permenaker 21/2016 sebelumnya yang dinilainya terkesan mengambil jalan tengah antara pengusaha dan buruh saja belum dimaksimalkan implementasinya di lapangan.

Baca juga: Disnakertrans DI Yogyakarta Tanggapi Dua Rekomendasi Perwakilan Dewan Pengupah

Baca juga: Apindo DI Yogyakarta Tawarkan Solusi Bipartit Untuk Upah 2021

"Iya, pada Permenaker yang lama saja yang moderat itu tidak pernah dipatuhi, kok ini malah ada permenaker baru yang menurunkan standar KHL. Pemerintah cari gampangnya saja untuk menurunkan upah minimum dengan merubah payung hukum KHL," ujarnya.

Perlu diketahui, pada beleid Permenaker 18/2020 pengganti aturan sebelumnya yang diterbitkan Kemenaker, memang terdapat penambahan komponen KHL sebanyak empat komponen dari 60 jenis menjadi 64 jenis, tetapi secara kuantitas ada beberapa jenis KHL yang dinilai mengalami penurunan.

"Sementara kalau berkaitan dengan wacana upah sektoral di Kota Yogya sepertinya akan terancam dihapus dengan Omnibus Law, tapi saya belum dapat sumber naskah yang valid," pungkas dia. (Tribunjogja/Yosef Leon Pinsker)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved