Polemik di Tubuh PT JTT - Karyawan Sebut Perusahaan Tebang Pilih, PT JTT Beri Tanggapan
Para pekerja yang dirumahkan sebagian besar merupakan pekerja senior yang telah cukup lama bekerja di PT JTT.
Penulis: Yosef Leon Pinsker | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sejumlah karyawan PT Jogja Tugu Trans (JTT) yang dirumahkan oleh perusahaan, mengklaim PT JTT berlaku diskriminatif dan tebang pilih terhadap pemilihan karyawan yang terdampak kebijakan tersebut.
Para pekerja yang dirumahkan sebagian besar merupakan pekerja senior yang telah cukup lama bekerja di PT JTT.
"Pekerja yang dirumahkan sebagian besar sudah bekerja sejak awal PT JTT beroperasi. Malah kami bingung orang-orang yang notabene bermasalah dan pekerja yang baru tidak terdampak dirumahkan," kata Riyatna (51), seorang pekerja PT JTT yang ikut dirumahkan, Jumat (16/10/2020).
"Sebagian besar sudah karyawan tetap di PT JTT. Ada sebagian kecil yang baru masuk tiga tahun malah masih kerja dan yang senior-senior tidak dipensiunkan, malah dirumahkan. Ini yang menjadi pertanyaan," kata dia.
Riyanta bahkan mengklaim, sejumlah pekerja yang dirumahkan itu merupakan pekerja yang berkelakuan baik dan hampir tidak pernah bermasalah dengan perusahaan terkait dengan pekerjaan.
Perusahaan pun tidak memberikan indikator yang jelas terkait dengan pekerja yang dirumahkan.
"Pernah kami tanyakan apa indikatornya dari pekerja yang dipilih untuk dirumahkan, malah dijawab itu rahasia perusahaan," katanya.
Atas kebijakan tersebut pihaknya telah beberapa kali melakukan penyelesaian dengan PT JTT.
Bahkan, Disnaker Bantul juga ikut dilibatkan namun sejumlah kesepakatan yang dihasilkan tidak menemui titik terang antar kedua belah pihak.
"Menurut saya ini pelanggaran karena ketentuan perusahaan juga belum jelas dan tidak diatur dalam peraturan perusahaan soal karyawan yang dirumahkan. Makanya kami menempuh penyelesaian lewat PHI, bukan karena sentimen atau apa tapi yang jelas kami menegakkan aturan yang ada," imbuhnya.
Perwakilan PBHI Yogyakarta, Arsiko Daniwidho, mengatakan PT JTT tidak mempunyai itikad baik dalam menghargai para karyawan.
Hak itu terlihat dari sejumlah rangkaian penyelesaian yang dilakukan kedua belah pihak dan tidak menghasilkan kesepakatan apapun.
"Karena tawaran dari perusahaan itu cukup merendahkan martabat dari pekerja. Dari ketentuan yang kami hitung dan bandingkan dengan yang dihitung oleh perusahaan itu beda. Padahal karyawan sudah siap menerima 50 persen dari acuan normatif hitungan kami, tapi perusahaan minta 40 persen," ujarnya.
Belum lama ini, kedua belah pihak juga telah melangsungkan pertemuan terakhir untuk melakukan penyelesaian.
Namun, jika belum jua menghasilkan kesepakatan, pihaknya akan melakukan gugatan PT JTT ke PHI atas kebijakan tersebut.
