Yogyakarta
Penentuan Gaji/Upah Buruh Tahun 2021 Daerah Istimewa Yogyakarta
penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM Yogyakarta - Kementerian Ketenagakerjaan RI mengeluarkan peraturan menteri (Permen) nomor 18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Sebagaimana setiap lima tahun sekali, Kementerian Ketenagakerjaan RI rutin melakukan survei KHL sebagai salah satu acuan penentuan gaji atau upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Terdapat 64 item yang menjadi acuan KHL di tahun 2020 kali ini dan dijadikan sebagai salah satu formula penentuan upah di tahun 2021.
Beberapa item tersebut antara lain, dari komponen makanan dan minuman berupa beras 10 kilogram, susu bubuk kualitas sedang 1 kilogram, gula pasir kualitas sedang 1,2 kilogram, dan minyak goreng curah 1,2 kilogram.
Selain itu terdapat sayuran kualitas baik dengan kebutuhan 7,5 kilogram.
Serta terdapat pula kebutuhan paket data atau pulsa sebanyak 3 Gigabyte.
Perhitungan KHL tersebut menyesuaikan kebutuhan hidup layak selama satu bulan.
Survei KHL tersebut disusun atas pertimbangan dari Dewan Pengupahan Nasional dan Kementerian Ketenagakerjaan.
"Betul, itu memang permen KHL untuk salah satu formula penentuan UMK," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY Aria Nuhrahadi ketika dikonfirmasi Tribunjogja.com, Kamis (15/10/2020).
Meski draft permen tersebut dibenarkan, akan tetapi pihaknya tidak berwenang untuk menyampaikan penjelasan lebih detail.
Termasuk nominal berapa rupiah yang dikeluarkan dari 64 item dari survei KHL tersebut.
"Menunggu petunjuk pusat saja. Sudah ya," terang Aria.
Anggota Dewan Pengupahan DIY Dari Unsur Serikat Pekerja DIY Jatmiko menambahkan, saat ini dirinya sedang berada di Jakarta untuk membahas terkait penentuan upah tersebut.
"Sekarang masih dibahas bersama dewan pengupahan dan kementerian. Saya masih di Jakarta," katanya melalui telefon.
Jatmiko belum dapat berpendapat lantaran komponen dari survei KHL yang diajukan belum sampai pada pembahasan akhir.
"Kemungkinan besok baru bisa muncul hasilnya," pungkasnya.
Kata Pengamat
Pengamat Sosial Universitas Gajah Mada (UGM) Hempri Suyatna mengutarakan pendapat terkait kebijakan penentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Menurutnya, dengan memperhatikan keadilan dan perlindungan terhadap buruh, dirinya berpendapat jika kenaikan upah di 2021 sudah menjadi keharusan.
Karena kondisi ekonomi dan sosial di DIY saat ini, kalangan buruh juga sama-sama terdampak seperti halnya pengusaha dan kelompok lainnya.
"Upah harus naik dengan memperhatikan rasa keadilan dan perlindungan terhadap buruh," katanya saat dihubungi Tribunjogja.com, Kamis (15/10/2020).
Menurutnya, pandemi membawa dampak yang luar biasa kepada lapisan masyarakat.
Apalagi, lanjut Hempri, para buruh saat ini memiliki beban yang cukup berat. Antara lain pemenuhan kebutuhan sehari-hari, dan tuntutan kuota internet untuk menunjang belajar bagi anaknya.
"Pandemi kan juga membawa dampak beban bagi buruh, misalnya dana komunikasi yang meningkat karena pembelajaran jarak jauh," urainya.
Dari dasar tersebut, Hempri berharap kesejahteraan buruh harus menjadi salah satu prioritas utama perusahaan.
Ia juga mendesak agar pemerintah mampu menjadi penengah yang baik antara perusahaan dengan pekerja.
"Sehingga jangan sampai kesejahteraan para buruh terabaikan," pungkasnya.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY menyatakan harapannya agar upah pekerja dapat ditentukan melalui kesepakatan antara pengusaha dan karyawannya.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY, Hermelin Yusuf saat dihubungi Kamis (15/10) mengatakan bahwa dari pantauannya Dewan Pengupah DIY belum melakukan sidang untuk menentukan UMP/UMK tahun 2021. Hal itu masih menunggu keputusan dari Kemnaker.
Namun demikian, ia mengungkapkan jika melihat kondisi meningkatnya penyebaran Covid-19 di DiY, maka perlu diambil langkah-langkah agar kelangsungan usaha masih bisa dipertahankan dan kesejahteraan pekerja masih bisa diberikan.
Ia pun menyoroti tentang perundingan bipartit di mana dilakukan oleh dua belah pihak, antara pengusaha dan pekerja, maupun pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang terdapat di dalam satu perusahaan.
"Kami dari Apindo berharap untuk tahun 2021 upah pekerja diatur oleh masing-masing perusahaan berdasar kesepakatan antara pengusaha dengan pekerjanya," ujarnya.
Ia menjelaskan kondisi industri manufaktur saat ini tidak bisa berjalan baik. Rantai pasokan dan distribusi belum atau tidak berjalan dengan baik selama pandemi ini. Termasuk kondisi industri jasa di DIY, khususnya pariwisata dan pendidikan
beserta turunannya belum menggeliat kembali.
Karena belum normal, maka dari itu ia menilai bahwa bagaimanapun upah itu dibayar berdasar (proyeksi) kinerja perusahaan (produktivitas) dan serapannya.
"Pasar lesu, hotel kosong,destinasi wisata banyak yamg masih tutup ,sekolah daring, kerja WFH, kos-kosan kosong, usaha kuliner warung menurun drastis. Biarlah Upah riil dibayar TST (tarif standar upah langsung per jam), saling pengertian secara bipartit," ujarnya. ( Tribunjogja.com | Miftahul Huda | Santo Ari )