Mahasiswa UGM Sebut Dipukul dan Dipaksa Ngaku jadi Provokator, Ini Penjelasan Kapolresta Yogyakarta

Mahasiswa UGM Sebut Dipukul dan Dipaksa Ngaku jadi Provokator, Ini Penjelasan Kapolresta Yogyakarta

Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM / Hasan Sakri
Massa aksi unjuk rasa menolak UU Omnibus Law dari berbagai elemen terlibat kericuhan dengan aparat keamanan di depan DPRD DI Yogyakarta, Kamis (8/10/2020). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYAKARTA - Seorang mahasiswa Universita Gadjah Mada (UGM) bernama ARN (20) dirawat di RS Bhayangkara Yogyakarta karena mengalami sejumlah luka saat ikut aksi unjukrasa penolakan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja di depan gedung DPRD DIY pada Kamsi (8/10/2020) lalu.

Korban mengaku dipukul dan dipaksa agar mengakui sebagai provokator dalam kericuhan aksi unjukrasa di depan gedung DPRD DIY tersebut.

Dikutip Tribunjogja.com dari Kompas.com, menyikapi pengakuan mahasiswa tersebut, Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Purwadi Wahyu Anggoro secara tegas membantahnya.

Dia menyatakan tidak ada pemulukan saat interograsi terhadap ARN, termasuk memaksanya menjadi prvokator.

"Tidak ada. Yang sudah di Polresta tida ada pemukulan, mereka kan di lapangan," kata Purwadi saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Minggu (11/10/2020).

"Enggak ada, kita sesuai bukti pendukung.

Yang tidak sesuai dengan fakta hukum ya kita lepaskan. Sudah bukan zamannya paksa-paksa orang mengaku," sambungnya.

Cerita Mahasiswa UGM Dipukul dan Dipaksa Mengaku Sebagai Provokator Demo Omnibus Law di Malioboro

Ada Botol Molotov di Resto Legian Malioboro yang Dibakar Saat Demo Omnibus Law

Usai diinterogasi, ARN pun sudah diperbolehkan pulang pada Sabtu malam.

Namun ia dikenakan wajib lapor.

"Wajib lapor. Tapi lihat kondisi kesehatan yang bersangkutan," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, seorang mahasiswa UGM berinisial ARN (20), mengaku mengalami tindakan kekerasan saat mengikuti demo menolak omnibus law UU Cipta Kerja, pada Kamis.

Diceritakan ARN, ketika demo berlangsung dirinya datang terlambat.

Ia kemudian menyusul rekannya yang sudah jalan dari bundaran UGM dengan menggunakan sepeda motor.

Saat itu, ARN juga membawa dua kardus air minum yang akan dibagikan ke rekannya.

Kemudian ARN bergabung bersama barisan demonstran di baris depan.

Namun setibanya di depan Gedung DPRD, kericuhan terjadi.

Keributan itu disebabkan karena aparat terprovokasi oleh demonstran.

“Empat personel diganggu massa, saya yakin anak SMA atau SMK.

Satu personel terprovokasi, kebetulan posisi saya pas di belakang personel itu.

Mulai bentrok dan ricuh, saya ikut mundur bersama polisi, saya masuk ke aula DPRD,” kata ARN.

Saat berlindung, ARN didatangi salah satu aparat dan mulai menginterogasinya.

Kemudian ia dibawa bersama dengan demonstran lainnya. Bahkan, saat diciduk petugas, ponselnya disita.

Selain itu, kata ARN, ia juga diminta untuk mengaku sebagai provokator dalam demo tersebut.

“Kepala dan muka saya beberapa kali dipukul, sampai gagang kacamata saya patah,” ujarnya.

Kata ARN, dia diminta mengaku sebagai provokator dalam demo tersebut, karena polisi melihat isi pesan percakapan soal demo dari ponselnya.

"Mereka anggap chat saya dengan mahasiswi ini untuk provokasi demo Gedung DPRD jadi ricuh,” ujarnya.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polisi Bantah Pukul dan Paksa Mahasiswa UGM Mengaku sebagai Provokator

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved