Yogyakarta
Pengamat Politik UPN Sebut APBN Berdarah-darah Jika Pilkada Tetap Dilanjutkan
Desakan dari berbagai pihak agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) sebaiknya ditunda turut disikapi oleh pengamat politik. Sebagian pengamat politik
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Miftahul Huda
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Desakan dari berbagai pihak agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) sebaiknya ditunda turut disikapi oleh pengamat politik.
Sebagian pengamat politik menilai jika dilihat dari situasi saat ini, pelaksanaan pilkada serentak sangat berisiko.
Hal itu lantaran kecepatan penularan pandemi Covid-19 sangat sulit terbendung.
Tak terkecuali hal itu juga terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang sempat memecahkan rekor harian mencapai 75 kasus konfirmasi positif Covid-19 beberapa hari yang lalu.
"Saya melihat pilkada ini sangat berisiko. Karena kecepatan mutasi Covid-19 sudah tidak terkendali," kata pengamat politik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Nikolaus Loy saat dihubungi Tribunjogja.com, Senin (21/9/2020).
• Berpotensi untuk Kampanye, Akun Medsos Peserta Pilkada Gunungkidul Akan Dipantau
Ia menambahkan, pilkada 2020 harus siap segala konsekuensinya jika tetap dipaksakan untuk dilaksanakan.
Niko menganggap, ketika terjadi pengumpulan massa yang banyak dalam pilkada nanti, ongkos yang dikeluarkan negara bisa dua kali lipat.
"Ongkos untuk Pilkada saja sudah mahal. Negara juga harus mengeluarkan biaya lagi untuk kesehatan masyarakat setelah pilkada selesai. Itu harus dipertimbangkan," sambungnya.
Dengan analisanya itu, Niko menyebut Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sudah sangat berdarah-darah.
Sehingga dosen FISIP UPN Veteran tersebut menganggap pilkada serentak harus ditunda.
"Saya melihat dua hal itu tadi, dua kali pengeluaran anggaran dan perspektif keamanan. APBN Negara akan berdarah-darah. Demi keamanan masyarakat sebaiknya pilkada ditunda," ujarnya.
• Daftar 25 Daerah dengan Paslon Tunggal di Pilkada Serentak 2020
Secara garis besar, dia menilai jika pandemi Covid-19 merupakan ancaman yang bersifat ekstensial.
Hal itu karena dampak atas terjadinya wabah kali menghancurkan ekonomi, dan keberlangsungan hidup beberapa kelompok manusia.
"Sehingga ini butuh pendekatan khusus. Dan penundaan pilkada ini adalah salah satu jalan agar tidak semakin parah," pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)