Begini Analisis Pengamat Internasional Soal Joe Biden dan Kamala Harris jika Menangi Pilpres AS
Begini Analisis Pengamat Internasional Soal Joe Biden dan Kamala Harris jika Menangi Pilpres AS
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, ISTANBUL – Joe Biden dan Kamala Harris menjadi calon presiden dan wakil presiden AS yang diusung oleh Partai Demokrat untuk melawan Donald Trump di Pilpres AS 3 November mendatang.
Sejumlah analisis pun muncul terkait majunya Joe Biden dan Kamala Harris ini.
Salah satunya dipublikasikan oleh Kolumnis surat kabar Daily Sabah di Turki, Talha Kose, lewat artikel yang dipublikasikan di laman media tersebut, Selasa (25/8/2020), memandang pesimistis Joe Biden.
Jika Joe Biden bersama Kamala Harris terpilih di Pemilu AS 3 November 2020, prospek politik luar negeri Amerika akan lebih intervensionis.
Gelagat dan tabiat telah ditunjukkan lewat rekam jejak Biden selama terlibat politik AS. Bahkan Biden dua periode (8 tahun) mendampingi Barrack Obama sebagai wakil presiden.
Tabiat dan narasi Biden dicatat Talha Kose dalam beberapa kesempatan menyangkut pandangan dan kebijakan politik terhadap Turki.
“Selama pertemuan dengan editor The New York Times tujuh bulan lalu, Joe Biden menyebut Presiden Recep Tayyip Erdoğan sebagai otokrat,” kata Talha Kose.
Biden menurut Talha Kose mengkritik Turki karena hubungan konstruktifnya dengan Moskow, dan kebijakan Ankara di Suriah timur laut (konflik melawan etnis Kurdi).
Biden juga berjanji mendorong dan menawarkan lebih banyak dukungan terbuka kepada oposisi di Turki, jika dia menang melawan Donald Trump.
• Pilpres AS, Joe Biden Resmi Ditunjuk Partai Demokrat Jadi Penantang Trump
• Jawab Tudingan Partai Demokrat, Donald Trump : Kita Bisa Saja Perang Jika Dipegang oleh Barack Obama
Pernyataan Biden tentang Turki dan, lebih khusus lagi, menentang Presiden Recep Tayyip Erdoğan, menurut Kose, telah memicu masalah di Turki.
Komentar Biden menurutnya mengganggu. Gagasannya melibatkan diri dalam politik Turki telah memicu kemarahan.
Pandangan yang tidak diplomatis seperti itu menurut Talha Kose, merupakan kesalahan besar bagi seorang calon presiden yang terkenal karena daftar panjang kesalahan politiknya.
Rangkaian intervensi liberal Washington sejak 1990-an telah meninggalkan warisan yang mengerikan dan membuat banyak negara tidak stabil.
Biden, dengan demikian, mengisyaratkan dukungannya untuk intervensionisme yang lebih luas dan keterlibatan yang lebih dalam dalam politik domestik negara lain jika dia berhasil dalam pemilihan presiden.
Pernyataan tersebut mungkin dapat dianggap sebagai bagian dari kampanye kehumasannya, namun pandangan tersebut juga menguraikan pola pikirnya sebagai politikus kuno.