Yogyakarta

KPAI Nilai Status Ekonomi & Sosial Jadi Tantangan Pengasuhan Anak dengan Disabilitas

Menanggapi hal ini, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Daerah Yogyakarta, Sylvi Dewajani mengungkapkan, hal yang paling berat saat ini ia

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Sepasang suami istri di Kulon Progo diungkap oleh Kasatreskrim Polres Kulon Progo melakukan tindak penganiayaan kepada anak kandungnya yang menyandang disabilitas.

Bahkan, kedua orang tua kandung korban tersebut tega mengikat sang buah hati di kandang kambing.

Menanggapi hal ini, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Daerah Yogyakarta, Sylvi Dewajani mengungkapkan, hal yang paling berat saat ini ialah pengasuhan anak dengan kondisi disabilitas pada kondisi keluarga dengan status ekonomi dan sosial (SES) menengah ke bawah.

“Tantangan yang sangat berat antara memenuhi kebutuhan hidup dengan pengasuhan dan pemenuhan hak anak,” ujarnya saat dihubungi Tribunjogja.com, Selasa (18/8/2020).

Psikolog Sebut Pelaku Penganiayaan Anak Kandung Menyimpan Kemarahan Terpendam

Pada dasarnya, lanjut Sylvi, perlindungan dan pengasuhan anak dalam kondisi disabilitas diatur dalam PermenPPPA Nomor 4 Tahun 2017, yang mana pada prinsipnya setiap anak termasuk anak penyandang disabilitas berhak untuk bertumbuh kembang dan mendapatkan perlindungan atas kekerasan dan diskriminasi.

Menurut Sylvi, salah satu hal yang wajib dipenuhi adalah anak-anak tersebut berhak untuk menikmati hidup yang layak dan dapat menjaga martabatnya, sehingga anak tetap memiliki konsep diri (pandangan atas dirinya) secara positif.

“Buah simalakamanya adalah orang tua harus bekerja, memenuhi kebutuhannya. Sehingga strategi yang berdampak positif untuk anak maupun orang tua harus dipikirkan dan dikembangkan,” ungkapnya.

“Misalnya mencari pekerjaan yang dapat berbagi waktu antara ayah dan ibunya, shift pagi dan malam sehingga bisa bergantian. Atau memilih pekerjaan yang dapat 'disambi' dengan mengasuh anak,” sambung Sylvi.

Pasutri di Kulon Progo Tega Aniaya dan Ikat Anak Kandung di Kandang Kambing

Namun demikian, katanya, jika memang keluarga tidak mampu memberikan pemenuhan hak-hak anak penyandang disabilitas dan melindungi dari kekerasan, perlu untuk mendapatkan bimbingan dan kesiapan kematangan mental yang lebih kuat dahulu.

“Bisa dilakukan oleh negara diwakili oleh dinas-dinas pelaksana terkait, misalnya UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga), dan lain-lain. Sementara itu anak perlu mendapatkan pengasuhan alternatif yang lebih aman untuk tumbuh kembang anak,” pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved