Update Corona di DI Yogyakarta

Pakar Virologi UGM Jelaskan Keamanan Uji Coba Vaksin pada Manusia

Pakar virologi UGM, dr Muhamad Saifudin Hakim menjelaskan hal ini dalam wawancara pada kanal YouTube MantaBSMI Health, Senin (10/8/2020).

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Ari Nugroho
Istimewa
Pakar virologi UGM, dr Muhamad Saifudin Hakim 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Di masyarakat belakangan ini, beredar isu terkait aman dan tidaknya uji coba kandidat vaksin Covid-19 pada tubuh manusia.

Pakar virologi UGM, dr Muhamad Saifudin Hakim menjelaskan hal ini dalam wawancara pada kanal YouTube MantaBSMI Health, Senin (10/8/2020).

"Isu bahwa orang diajak dalam uji klinis itu mesti dijadikan kelinci percobaan, ini suatu pemahaman yang keliru, karena dunia medis ketika melakukan penelitian dengan subjek manusia itu pengawasannya banyak sekali," ujar Hakim.

Menurutnya, uji coba klinis vaksin pada manusia memiliki tingkat keamanan yang ketat terkait efeknya pada tubuh manusia.

Pertama, kata dia, uji coba vaksin diawasi oleh komite etik di suatu fakultas.

Rusia Klaim Telah Berhasil Ciptakan Vaksin Covid-19 Pertama di Dunia, Ini Tanggapan WHO

"Misalnya saya melakukan penelitian uji klinis di vaksin rotavirus fase 3, itu saya harus submit protokol kepada komite etik yang ada di FK-KMK (Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan) UGM. Nanti komite etik akan menilai apakah penelitian ini etis atau tidak kalau dilakukan pada manusia," tuturnya.

Hakim menambahkan, ada banyak ahli yang terlibat di dalam komite etik.

Penelitian pun bisa jadi tidak disetujui jika memiliki potensi bahaya.

Atau disetujui dengan modifikasi tertentu.

Selanjutnya, kata Hakim, ada pula pengawasan dari pihak regulator, yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Meskipun uji klinis sedang berlangsung, peneliti harus melaporkan potensi efek samping selama ada uji klinis.

Terakhir, lanjut Hakim, terdapat pula pengawas dari Drug Safety Monitoring Board (DSMB), yakni para ahli paneliti independen dari sponsor yang akan melakukan review setiap kali ada efek samping.

"Kejadian yang tidak diinginkan ketika uji klinis, kita (peneliti) harus melaporkan kepada DSMB," imbuh Hakim.

Ahli Virologi UGM Jelaskan Perkembangan Penelitian Vaksin Covid-19 di Dunia dan Indonesia

Selain itu, menurut Hakim, setiap dilakukan uji klinis baik subjek maupun peneliti tidak mengetahui bahwa dia mendapat vaksin atau plasebo (kontrol yang bukan vaksin).

Ia menambahkan, hal itu merupakan standar ilmiah penelitian bagi subjek dan peneliti di lapangan.

"Subjek dan peneliti tidak tahu dia dapat vaksin atau tidak. Karena kalau tahu itu akan bias. Mungkin sebenarnya dia enggak sakit, tapi karena tahu dapat vaksin, oh ini saya sakit ini. Prinsip uji klinis adalah double blind. Yang tahu orang lain di luar peneliti," terangnya.

Hakim menjelaskan, vaksin sendiri adalah suatu intervensi medis berupa produk biologis tertentu yang berasal dari antigen atau mikroorganisme yang menyebabkan penyakit infeksi yang diberikan ke dalam tubuh untuk merangsang terbentuknya sistem kekebalan tubuh dan tidak menimbulkan penyakit yang serius.

Diharapkan, orang yang mendapat vaksinasi tersebut memiliki kekebalan dari intervensi yang sesungguhnya.

Menurut Hakim, pada kondisi normal pembuatan vaksin suatu penyakit mampu menghabiskan waktu 15-20 tahun. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved