Dikritik Banyak Pihak, Jaksa Agung Cabut Pedoman Nomor 7 tahun 2020

Dikritik Banyak Pihak, Jaksa Agung (ST) Burhanuddin Cabut Pedoman Nomor 7 tahun 2020

Editor: Hari Susmayanti
ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019). Rapat kerja tersebut membahas rencana strategis Kejaksaan Agung tahun 2020. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/ama. 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Setelah banyak mendapatkan kritikan dari berbagai pihak, Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin akhirnya mencabut Pedoman Nomor 7 tahun 2020 yang mengatur tentang pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan jaksa yang diduga terlibat tindak pidana dapat dilakukan hanya atas seizin Jaksa Agung.

Pencabutan itu dilakukan setelah pedoman tersebut sebelumnya beredar luas melalui Whatsapp dan mendapatkan kritikan dari sejumlah pihak.

"Dengan pertimbangan telah menimbulkan disharmoni antar bidang tugas sehingga pemberlakuannya saat ini dipandang belum tepat, dengan ini Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 dinyatakan dicabut," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono melalui keterangan tertulis, Selasa (11/8/2020).

Pencabutannya tertuang dalam Keputusan Jaksa Agung RI Nomor 163 Tahun 2020 tentang Pencabutan Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Izin Jaksa Agung Atas Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan dan Penahanan Terhadap Jaksa Yang Diduga Melakukan Tindak Pidana, tertanggal 11 Agustus 2020.

Hari menjelaskan, pedoman tersebut diterbitkan dengan merujuk pada Pasal 8 ayat (5) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

Pasal itu berbunyi, "Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jaksa diduga melakukan tindak pidana maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung".

Menurut Kejagung, pasal tersebut menimbulkan interpretasi yang berbeda dalam pelaksanaannya.

Maka dari itu, Jaksa Agung mengeluarkan Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tersebut.

Itu juga menjadi alasan mengapa pedoman tersebut ditarik.

Kisah Surat Vea untuk Gubernur Jateng : Pak Ganjar, Saya Ingin Kaki Saya Sembuh, Saya Ingin Sekolah

Minta Tak Salahkan Pemerintah, Ini Saran SBY untuk Presiden Jokowi Dalam Tangani Ekonomi dan Corona

Oleh karenanya, Kejaksaan Agung akan melibatkan kementerian dan lembaga terkait untuk menyempurnakannya.

"Hal tersebut telah dilakukan kajian yang cukup lama, namun hingga saat ini masih diperlukan harmonisasi dan sinkronisasi lebih lanjut dengan Kementerian Hukum dan HAM serta instansi terkait," ungkapnya.

Hari mengatakan, pedoman tersebut belum diedarkan oleh Biro Hukum Kejaksaan Agung.

Maka dari itu, Kejagung menduga ada oknum yang menyebarkannya hingga pedoman tersebut beredar luas di aplikasi WhatsApp.

Lebih lanjut, Kejagung akan menelusuri oknum yang menyebarkannya.

"Oleh karena itu akan dilakukan penelusuran terhadap siapa yang menyebarkannya," tutur dia.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved