Update Corona di DI Yogyakarta

DPRD DIY Sebut Bansos Covid-19 Adalah Jalan Terakhir

Huda Tri Yudiana mengatakan bantuan sosial merupakan pilihan yang terbaik di antara yang terburuk dalam penanganan Covid-19.

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna
 
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah pusat dan daerah menyalurkan berbagai bantuan sosial (bansos) untuk membantu perekonomian warga terdampak Covid-19.

Namun, berbagai permasalahan juga ditemui dalam penyalurannya.

Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana mengatakan bantuan sosial merupakan pilihan yang terbaik di antara yang terburuk dalam penanganan Covid-19.

Masalah utamanya terdapat pada sumber data pemeroleh bansos yang berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

“Bansos pasti penuh dengan masalah. Ini yang terbaik di antara yang terburuk. Problemnya memang seluruh bansos ini harus bersumber dari DTKS. Ini data bukan karena Covid-19,” ujarnya saat dihubungi Tribunjogja.com, Kamis (6/8/2020) malam.

Gubernur DIY Sebut Belum Ada Penularan Covid-19 di Tempat Rekreasi

Ia menerangkan, pemerolehan data dari DTKS memiliki mekanisme yang rumit sehingga banyak bansos menjadi tidak tepat sasaran.

Namun, ia mengakui mungkin itu satu-satunya cara.
  
Dalam penyaluran bansos Covid-19, DTKS sudah berusaha dievaluasi dan dilakukan upaya-upaya agar penerimanya menjadi tepat sasaran.

Namun, Huda mengungkapkan DPRD DIY tetap memiliki evaluasi besar.

“DTKS itu sudah miskin sejak dulunya. Ada juga yang sudah entas dari kemiskinan. Dari 169.000 KK (kepala keluarga) yang akan menerima bansos, 11.000 KK di antaranya kembali sehingga tidak bisa menerima bansos karena data ganda, sudah meninggal, dan sebagainya,” tuturnya.

Hingga kini, menurut Huda, masih ada beberapa data susulan yang tertinggal belum menerima bansos di DIY.

Dari Rp300-an miliar dana yang dikucurkan untuk bansos, baru hampir Rp200 miliar yang dikeluarkan.

Huda menyebutkan, selain bansos, pilihan yang lebih baik adalah segera menggerakkan kembali roda perekonomian.

“Inpres (instruksi presiden) alhamdulillah hari ini bisa digunakan untuk sanksi bagi yang tidak menegakkan protokol Covid-19. Itu kunci dari semua kegiatan kita. Bansos ini pilihan terakhir, pilihan pertamanya menggerakkan ekonomi di UMKM, pariwisata, dan mahasiswa,” ungkapnya.

Unik, Lemari Makan Gratis Ajak Warga Jogja Berbagi di Tengah Pandemi Covid-19

Ada Penyimpangan Berbasis Kearifan Lokal 

Terpisah, Anggota Komisi D  DPRD DIY, Syukron Arif Muttaqin menyebutkan bansos terdiri atas empat sumber.

Di antaranya bansos dari Kementerian Sosial, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, dan bantuan langsung tunai (BLT) Dana Desa.

"Data dikumpulkan dari RT RW kemudian desa, dari desa ke kabupaten. Karena ini bantuan, pola pikir masyarakat kita itu kadang-kadang validitasnya masih lemah. Oh dikasih ke saudaranya, yang sama-sama terdampak, tapi tidak semua seperti itu. Saya juga menemukan ada penerima ganda," tuturnya.

"Ada kearifan lokal (dalam penyaluran), ada kesepakatan lokal. Satu RT misalnya KK-nya ada 50, yang dapat harusnya 15. Tapi Pak RT enggak mau ambil risiko, akhirnya rapat RT. Dengan mekanisme masing-masing, ada yang dibagi rata," sambungnya.

Menurut Syukron, masih terdapat penyimpangan yang seharusnya masyarakat tidak mendapat bansos menjadi dapat. 

"Rekomendasi kami dari Komisi D DPRD, pertama pendataan harus benar-benar valid. Masyarakat sendiri harus berani ngomong. Keterbukaan soal siapa yang dapat. Kedua, budaya masyarakat itu mendadak semua, perlu screening dari desa yang lebih ketat lagi. Ketiga, yang tidak berhak harapannya ya jangan menerima, dengan legowo hati mengembalikan," paparnya.

Ia menambahkan, masih ada bansos berupa BLT DD dan sebagian APBD Kabupaten/Kota yang belum selesai tersalurkan hingga kini. (TRIBUNJOGJA.COM)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved