Ini Tujuh Tuntutan Aliansi Gabungan Mahasiswa Pelajar dan Buruh di Aksi Gejayan Memanggil
Ini Tujuh Tuntutan Aliansi Gabungan Mahasiswa Pelajar dan Buruh di Aksi Gejayan Memanggil
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Aksi massa gabungan mahasiswa di Yogyakarta menduduki Jalan Gejayan, Kamis (15/7/2020) siang.
Mereka enggan berpindah sebelum pembahasan Rencana Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja selesai pembahasan hari ini.
Ada tujuh tuntutan yang disuarakan oleh 21 aliansi mahasiswa, pelajar serta buruh yang ada di Yogyakarta.
Salah satu anggota humas kajian Aliansi Rakyat Bergerak (ARB), Revo mengatakan, pemerintah telah gagal dalam penanganan pandemi Covid-19.
Di sisi lain, mereka menilai pemerintah dan DPR RI justru nampak bersemangat membahas RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Sementara mereka meyakini di dalam point RUU yang sedang dibahas DPR RI kali ini, banyak butir-butir pasal titipan para penguasa oligarki.
"Selain itu di klaster ketenagakerjaan banyak pasal yang menyulitkan para pekerja yang membuat fleksibilitas jam kerja, dan PHK terjadi di mana-mana," katanya.
• Massa Aksi Gabungan Mahasiswa Gejayan Memanggil Bergeser ke Jalan Laksda Adisucipto
• Aksi Gejayan Memanggil, Ratusan Mahasiswa di DIY Tuntut DPR RI Batalkan Omnibus Law
Sementara terkait pendidikan, ia juga menyampaikan jika telah terjadi komersialisasi pendidikan yang mengakibatkan para mahasiswa tidak diberi ruang untuk berpikir kritis.
"Mahasiswa hanya menjadi budak korporasi, tidak bisa berbuat kritis," tutur dia.
Senada dengannya, anggota Humas ARB lainnya, Lusi menambahkan, tujuh tuntutan yang aksi Gejayan Memanggil hari secara garis besar mereka menolak RUU Omnibus Law.
Kedua, meminta agar pemerintah memberikan jaminan kesehatan, ketersediaan pangan, pekerjaan dan upah layak untuk rakyat di tengah pandemi.
Ketiga, mereka meminta penggratisan iuran UKT dua semester selama pandemi.
Keempat, para aksi meminta cabut UU Minerba, serta pembatalan RUU pertanahan, dan tinjau ulang RUU KUHP
Kelima, mereka meminta segera sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Keenam mereka meminta hentikan Dwi Fungsi Polri yang saat ini banyak menempati jabatan publik dan akan dilegalkan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Tuntutan terakhir, mereka menolak otonomi khusus Papua dan mereka meminta hak penentuan nasib sendiri dengan menarik seluruh komponen militer.
"Serta kami meminta agar ruang demokrasi di Papua Barat dibuka selebar-lebarnya," kata dia.
Sebelum pembahasan RUU Cipta Kerja tersebut diselesaikan dan telah mencapai kesepakatan, mereka enggan meninggalkan tempat aksi. (Tribunjogja/Miftahul Huda)