Disnakertrans DIY: Pemda Tidak Sanggup Berikan BLT Setara UMP
Disnakertrans DIY: Pemda Tidak Sanggup Berikan Bantuan Langsung Tunai Setara UMP
Penulis: Yosef Leon Pinsker | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Daerah Istimewa Yogyakarta mengatakan, tuntutan buruh yang menginginkan pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) setara Upah Minimum Provinsi (UMP) bagi pekerja terdampak Covid-19 cukup berat untuk direalisasikan.
"Karena kemampuan anggaran daerah kan tidak mencukupi dan penyalurannya juga bukan hanya di sektor perburuhan. Cukup banyak juga sektor lain yang mesti diperhatikan, di sisi lain kemampuan anggaran juga terbatas," kata Kabid Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja, Disnakertrans DIY, Ariyanto Wibowo Kamis (16/7/2020).
Dia menyebutkan, saat ini Pemda DIY juga tengah mendata pekerja yang terdampak Covid-19.
Nantinya Diskominfo DIY bertugas untuk melakukan akurasi dan pencocokan data untuk melakukan penyaluran bantuan kepada pekerja yang terdampak.
"Kita maunya bantuan yang diberikan tepat sasaran karena selama ini memang muncul data yang tumpang tindih dan lain sebagainya. Nantinya mekanismenya juga tengah kita atur bagaimana pelaksanaannya supaya optimal di lapangan," ucapnya.
• MPBI DIY Ingin Pemda Berikan BLT Setara Upah Minimum Provinsi
• BREAKING NEWS: Komedian Omas, Adik Mandra Meninggal Dunia
Diakui dia, sampai saat ini Pemda DIY memang belum menyalurkan bantuan kepada pekerja terdampak Covid-19 melalui Disnakertrans.
Sejumlah bantuan yang mengalir hanya dari Dinsos, Kemenaker, maupun instansi terkait lainnya.
"Kemarin itu baru dari pusat yang dari Kemenaker, itu kami salurkan kepada pekerja informal yakni buruh gendong," ucapnya.
Dalam pendataan bagi pekerja terdampak, pihaknya juga mengimbau kepada serikat pekerja untuk melaporkan anggotanya yang dirumahkan maupun dipaksa berhenti akibat pandemi Covid-19.
Hal ini untuk mengoptimalkan akurasi data yang diperoleh oleh dinas terkait agar penyaluran bantuan dapat berjalan efektif.
"Kita akan coba cocokkan melalui NIK dan domisili. Karena dari pengalaman yang sudah-sudah ada yang satu NIK dipakainya untuk beberapa orang, jadi kita tidak mau yang begitu terulang lagi," katanya. (Tribunjogja/Yosef Leon Pinsker)