Pandemi COVID-19 Belum Kelar, di China Muncul Virus Flu Babi Baru yang Menginfeksi 4,4% Populasi

Di China sebuah galur (strain) virus flu baru yang berasal dari babi dan berpotensi menjadi pandemi telah diidentifikasi oleh sejumlah ilmuwan di Chin

Editor: Rina Eviana
Shutterstock via Kompas.com
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM -Pandemi Virus Corona penyebab COVID-19 belum usai, kini ancaman virus baru lainnya mengancam dunia.

Di China sebuah galur (strain) virus flu baru yang berasal dari babi dan berpotensi menjadi pandemi telah diidentifikasi oleh sejumlah ilmuwan di China.

Galur virus itu mengemuka baru-baru ini dan dibawa oleh babi, namun dapat menjangkiti manusia, sebut ilmuwan-ilmuwan tersebut.

Virus itu bernama G4 EA H1N1 (disingkat G4), bisa tumbuh dan berkembang pada sel-sel di dalam saluran pernapasan manusia.

Para ilmuwan juga telah menemukan bukti penularan pada manusia yang bekerja pada industri peternakan babi di China.

Ratusan Babi di Bali Mati Misterius, Ada Apa?
Ratusan Babi di Bali Mati Misterius, Ada Apa? (Shutterstock via Kompas.com)

Para peneliti khawatir virus itu bisa bermutasi lebih jauh sehingga bisa menular dengan mudah dari satu orang ke orang lain dan memicu wabah penyakit sedunia.

Meski temuan ini bukan masalah darurat, menurut para ilmuwan, virus tersebut punya "semua tanda" untuk menular ke manusia sehingga perlu diawasi ketat.

Karena virus ini baru, hanya sedikit manusia atau bahkan tidak ada manusia yang kebal terhadapnya.

Inilah 2 Kandidat Vaksin Virus Corona Versi WHO

Ancaman pandemi

Galur virus baru yang bisa menyebabkan wabah adalah ancaman teratas yang dipantau oleh para ahli, bahkan ketika seluruh dunia sedang mencoba mengakhiri pandemi Virus Corona.

Pandemi flu terakhir yang dihadapi khalayak dunia—wabah flu babi yang bermula di Meksiko pada 2009—kurang mematikan dari dugaan awal. Salah satu penyebab utamanya, banyak orang-orang tua memiliki kekebalan terhadapnya, mungkin karena virus tersebut mirip dengan virus flu yang beredar bertahun-tahun sebelumnya.

Virus tersebut, yang disebut A/H1N1pdm09, kini dapat dilawan dengan vaksin flu tahunan guna memastikan masyarakat terlindungi.

Galur virus flu yang diidentifikasi di China, mirip dengan flu babi pada 2009, namun dengan beberapa perubahan baru.

Sejauh ini, virus tersebut belum menimbulkan ancaman besar, namun menurut Prof Kin-Chow Chang dan kolega-koleganya yang tengah menelitinya, virus itu patut diawasi. Virus itu, yang disebut G4 EA H1N1 oleh para ilmuwan, bisa tumbuh dan berkembang pada sel-sel di dalam saluran pernapasan manusia.

Baru-baru ini para ilmuwan menemukan bukti penularan pada manusia yang bekerja di penjagalan dan industri peternakan babi di China.

Berbagai vaksin flu yang tersedia saat ini tampaknya tidak bisa melindungi manusia dari virus tersebut, meskipun dapat diadaptasi untuk melawannya jika diperlukan.

Prof Kin-Chow Chang, yang bekerja di Universitas Nottingham, Inggris, mengatakan kepada BBC:

"Saat ini perhatian kami teralihkan oleh Virus Corona dan memang patut demikian. Namun kami tidak boleh kehilangan fokus pada virus-virus baru yang berpotensi membahayakan."

Para ilmuwan telah menghasilkan babi yang kebal dengan virus - disebut Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome, atau PRRS. Hewan-hewan ini tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa perubahan dalam DNA mereka memiliki dampak lain pada kesehatan atau kesejahteraan mereka.
Ilustrasi. (Kompas.com)

Meskipun virus baru ini belum menjadi masalah darurat, dia menegaskan: "Kami tidak boleh mengabaikannya". Para ilmuwan yang menulis dalam jurnal ilmiah Proceedings of the National Academy of Sciences menyebut bahwa langkah-langkah untuk mengendalikan virus tersebut di dalam babi-babi dan pengawasan populasi secara ketat harus diterapkan dengan segera.

Inilah 30 Besar Negara Terbanyak Pasien Virus Corona, USA, China hingga Indonesia

Prof James Wood, selaku Kepala Departemen Kedokteran Hewan di Universitas Cambridge, mengatakan penelitian para ilmuwan "muncul sebagai pengingat nan berfaedah" bahwa umat manusia selalu menghadapi risiko kemunculan patogen baru dan hewan-hewan yang diternakkan dan lebih dekat dengan manusia, dapat mengemuka sebagai sumber virus-virus yang menimbulkan pandemi.

Jumlah infeksi

Penelitian tersebut dilakukan oleh para ilmuwan gabungan dari beberapa universitas di China, serta Chinese Center for Disease Control and Prevention (China CDC).

Mengutip Science Alert, Selasa (30/6/2020), studi ini telah dipublikasikan pada jurnal sains PNAS.

Awal penelitian sudah dimulai sejak 2011. Selama delapan tahun yakni 2011-2018, para peneliti mengambil 30.000 sampel swab hidung dari tempat penjagalan babi yang tersebar di 10 provinsi di China.

Dari pengambilan sampel tersebut, mereka mendapatkan 179 jenis flu babi. Mayoritas jenis virus tersebut menyebar di peternakan babi sejak 2016. Para ilmuwan kemudian melakukan eksperimen terhadap musang.

Hewan ini kerap digunakan dalam eksperimen virus flu karena menimbulkan gejala yang hampir mirip dengan manusia. Terutama demam, batuk, dan bersin. Dari eksperimen tersebut, diketahui tingkat infeksi virus G4 sangatlah tinggi.

Virus tersebut bereplika dalam sel-sel tubuh manusia dan menimbulkan gejala yang lebih serius dibandingkan jenis virus flu lainnya.

Tes antibodi juga membuktikan bahwa tidak ada imunitas yang terbentuk dari virus flu biasa (musiman) untuk dapat melawan G4.

Saat para peneliti melakukan tes antibodi terhadap populasi yang memiliki kontak dekat dengan virus tersebut, hasilnya mencengangkan. Sebanyak 10,4 persen pekerja di penjagalan dan peternakan babi disebut telah terinfeksi.

Tes yang sama juga memprediksi sekitar 4,4 persen populasi China secara keseluruhan telah terinfeksi G4.

Sejauh ini, belum ada bukti virus G4 bisa menular antarmanusia. Selama ini manusia terinfeksi G4 melalui kontak langsung dengan hewan ternak. Inilah yang menjadi ketakutan utama para peneliti.

“Jika virus G4 terus bermutasi hingga bisa menular antarmanusia, hal itu akan meningkatkan risiko pandemi,” tutur ilmuwan. Oleh karena itu, mereka mengingatkan berbagai pihak untuk memonitor para pekerja peternakan terutama babi.

“Ini adalah pengingat bahwa kita selalu berisiko tinggi terhadap penyakit zoonosis, terutama yang berasal dari peternakan,” tutur James Wood, Kepala Departemen Pengobatan Hewan di Cambridge University.(Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved