Perubahan Dunia Seusai Kematian George Floyd yang Memicu Kerusuhan di Amerika
George Floyd (46), pria yang meninggal karena dibunuh oleh polisi Minneapolis, Derek Chauvin telah dimakamkan Selasa (9/6/2020) waktu setempat
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM, MINNEAPOLIS - George Floyd (46), pria yang meninggal karena insiden dengan polisi Minneapolis, Derek Chauvin telah dimakamkan Selasa (9/6/2020) waktu setempat.
Ia dimakamkan di Texas, di samping makam ibunya dengan peti berlapiskan emas. Sederet selebriti tampak hadir di pemakaman Floyd.
Beberapa diantaranya adalah Channing Tatum, Jamie Foxx dan penyanyi Ne Yo. Bahkan, Ne Yo sempat memberikan persembahan terakhir untuk Geroge Floyd berupa lagu 'It's So Hard to Say Goodbye to Yesterday'.

Kematian Floyd, seorang pria biasa yang tinggal di daerah miskin di Houston memicu banyak demonstrasi di sejumlah negara.
Di Amerika Serikat, protes besar-besaran terjadi turut terjadi di kota-kota besar, seperti New York dan Washington.
Tuntutan mereka cuma satu, kehidupan orang-orang berkulit hitam juga perlu diperhatikan.
Media sosial juga dipenuhi oleh tagar #BlackLivesMatter dan menjadi perhatian milyaran pasang mata.
Para selebriti berbondong-bondong untuk menyumbang ke organisasi Black Lives Matter sebagai bentuk dukungan mereka untuk warga kulit hitam.

Perjuangan untuk menghapus justifikasi berdasarkan warna kulit bukan berarti selesai ketika George Floyd sudah dimakamkan. Justru, ini merupakan titik balik bagi dunia untuk bersikap lebih adil kepada siapapun.
Berikut sederet hal yang ikut berubah pasca kematian George Floyd:
1. Kepolisian di Minneapolis akan dibubarkan

Melansir CNN, sembilan anggota dewan Kota Minneapolis, Minggu (7/6/2020) mengumumkan bahwa mereka bermaksud untuk membongkar departemen kepolisian kota setelah pembunuhan polisi terhadap George Floyd.
"Kami berkomitmen untuk membongkar kepolisian di kota Minneapolis. Kami ingini membangun kembali komunitas model baru untuk keamanan publik yang benar-benar menjaga keamanan di sini," kata Presiden Dewan, Lisa Bender kepada CNN.
Dengan sembilan suara dewan kota akan memiliki suara mayoritas yang memiliki hak veto terhadap 13 anggota dewan, kata Bender.
"(Kita perlu) mendengarkan, terutama para pemimpin kulit hitam kita, komunitas kulit berwarna kita, untuk siapa kepolisian tidak bekerja dan untuk benar-benar membiarkan solusinya ada di komunitas kita," katanya.
DIsinggung bagaimana cara membongkar departemen kepolisian, Bender mengatakan bahwa ia ingin mengalihkan dana kepolisian ke arah strategi berbasis masyarakat. Dewan kota berjanji akan membahas bagaimana cara mengganti departemen kepolisian saat ini.
"Gagasan tidak memiliki departemen kepolisian tentu tidak dalam jangka pendek," tambahnya.
2. Beberapa departemen kepolisian dilarang menggunakan gas airmata

Ketika protes memasuki hari ke-13, beberapa kota telah mulai mengeluarkan peraturan baru untuk polisi.
Sebab, pasukan polisi di seluruh Amerika mendapat kecaman karena menggunakan kekuatan berlebihan selama protes terjadi.
Walikota New York, Bill de Blasio mengatakan bahwa dua perwira New York Police Department (NYPD)ditangguhkan tanpa bayaran karena tindakan mereka saat mengawasi para pengunjuk rasa.
Satu dituduh mendorong seorang wanita ke tanah di Brooklyn Jumat lalu, sementara yang lain dituduh menutupi wajah pemrotes dan menyemprot massa dengan semprotan merica.
Kedua petugas menghadapi tindakan disipliner lebih lanjut, kata de Blasio.
Hanya dalam seminggu, rekaman menunjukkan polisi di Buffalo, New York, mendorong seorang demonstran tua ke tanah, menyebabkan dia berdarah dari kepala.
Di Fort Lauderdale, Florida, seorang perwira ditempatkan pada cuti administratif setelah mendorong seorang pengunjuk rasa berlutut selama demonstrasi.
Sementara, di Kansas City, Missouri, rekaman menunjukkan petugas menggunakan semprotan merica dan menahan seorang pria yang berteriak tentang polisi menggunakan kekuatan berlebihan.
Pada hari Sabtu (6/6/2020), Walikota Portland, Ted Wheeler memerintahkan kepala polisi kota untuk berhenti menggunakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan kecuali ada ancaman serius dan langsung terhadap keselamatan jiwa, dan tidak ada alternatif lain yang layak untuk pembubaran.
"Saya berdiri dalam solidaritas dengan para demonstran, yang mengirim pesan kuat bahwa kami sudah lama tertunda karena reformasi yang berarti dan keadilan restoratif," ungkapnya dalam cuitan Twitter.
3. Polisi dilarang mencekik ketika membela diri

Tiga hari setelah George Floyd meninggal, seorang pria kulit hitam lainnya menggeliat di aspal sebuah jalan di Paris ketika seorang polisi menekan lutut ke lehernya saat penangkapan.
Teknik imobilisasi di mana polisi memberikan tekanan dengan lutut pada tersangka rawan digunakan dalam kepolisian di seluruh dunia dan telah lama menuai kritik.
Salah satu alasan mengapa kematian Floyd memicu kemarahan dan menyentuh hati orang banyak karena teknik tersebut telah sering melibatkan tersangka kulit hitam.
"Kita tidak bisa mengatakan bahwa situasi Amerika adalah asing bagi kita," kata anggota parlemen Prancis Francois Ruffin, yang telah mendorong larangan penggunaan cengkraman polisi yang terlibat dalam banyak kematian di Perancis.
Partai koalisi D66 di Belanda telah menyerukan agar polisi dilarang menggunakan cengkeraman setelah kematian George Floyd.
Pemimpin partai Rob Jetten menggambar paralel antara kematian Floyd di Minneapolis dan turis Aruban, Mitch Henriquez, yang dijepit ke tanah oleh lima petugas polisi ketika meninggalkan konser di luar ruangan di Den Haag pada tahun 2015.
Kematiannya memicu beberapa malam kerusuhan di kota tersebut, distrik Schilderswijk, kota yang multi etnis.
"Syukurlah choke hold jarang digunakan di Belanda, tetapi kami telah melihat di Amerika apa konsekuensinya,"
Sementara, departemen kepolisian di Phoenix, Amerika Serikat meyakinkan pihaknya akan terus belajar dan berevolusi bersama masyarakat.
Sebab, tanpa komunitas, polisi tak bisa bergerak.
"Kami tidak dapat berfungsi sebagai departemen tanpa kepercayaan dari komunitas kami dan ada penyesuaian yang dapat kami lakukan untuk memperkuat kepercayaan itu," kata @PhxPDChief.
"Kami bangga menjadi organisasi yang mau belajar dan berkembang, mendengarkan komunitas kami dan menjadi lebih baik," tandasnya.
4. Beberapa patung simbol perbudakan kulit hitam diturunkan

Di London, Inggris, para demonstran tak hanya berjalan memenuhi jalanan dan meneriakkan 'I can't breath' sebagai solidaritas terhadap kasus George Floyd, tetapi mereka juga menurunkan beberapa patung yag dinilai kontroversial.
Pengunjuk rasa menggunakan tali untuk merobohkan patung perunggu Edward Colston, seorang pedagang budak abad ke-17 yang terkenal, yang telah menjadi kontroversi di kota itu selama bertahun-tahun.
Colston adalah anggota Royal African Company, yang mengangkut sekitar 80.000 pria, wanita dan anak-anak dari Afrika ke Amerika.
Saat kematiannya pada 1721, ia mewariskan kekayaannya kepada badan amal dan warisannya masih dapat dilihat di jalan-jalan, monumen, dan bangunan di Bristol.
Patung itu kemudian diseret sepanjang jalanan Bristol dan dibuang ke pelabuhan. Bekas alasnya digunakan sebagai panggung bagi para pemrotes.
Sejarawan Prof David Olusoga mengatakan kepada BBC News bahwa patung itu seharusnya diturunkan sejak lama.
"Patung seakan mengatakan 'Ini adalah orang hebat yang melakukan hal-hal besar.' Itu tidak benar, dia [Colston] adalah pedagang budak dan pembunuh," katanya.
Dalam sebuah pernyataan, Walikota Bristol Marvin Rees mengatakan ia tahu bahwa peruntuhan patung akan memicu perdebatan, namun menurutnya, penting untuk mendengarkan mereka yang merasa patung itu mewakili penghinaan terhadap kemanusiaan.
( Tribunjogja.com | Bunga Kartikasari )