Yogyakarta

Pengamat Politik UGM Sebut Pilkada Tiga Kabupaten di DIY 'Menep Ing Pangarep'

Pertempuran kandidat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di tiga Kabupaten di DIY terlihat berbeda di tengah pandemi seperti saat ini.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Miftahul Huda

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pertempuran kandidat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 di tiga Kabupaten di DIY terlihat berbeda di tengah pandemi seperti saat ini.

Selain aturan pemilihan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang jelas berbeda, tantangan bagi kandidat terpilih juga harus menyeledaikan pekerjaan rumah yang rumit akibat pandemi Covid-19.

Hal itu diungkapkan pengamat politik UGM Profesor Dr Purwo Santoso, MA PhD Dalam pengamatannya, pemilihan umum (Pemilu) serentak di 270 Wilayah ini menjadi khas dengan adanya Covid-19.

Pasalnya, dari segi operasional penyelenggara yakni KPU sangatlah tinggi.

Ahli Epidemiologi : Pilkada Serentak Berpotensi Memicu Meningkatnya Angka Reproduksi Covid-19

Ia pun mengetahui dalam rencananya KPU akan menambah Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebagai upaya mengurangi kerumunan saat pemilihan.

Penambahan TPS tersebut lantaran aturan Pilkada di tengah pandemi, yakni dari semula jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 800 per TPS, di tengah pandemi saat ini akan dikurangi menjadi 500 DPT.

Sehingga dengan adanya penambahan TPS tersebut diharapkan sedikit mengurangi kerumunan. 

Namun, scara otomatis beban anggaran pemilu akan bertambah jika harus membangun TPS lagi untuk pelaksaan Pilkada tahun ini.

Sebagai pengamat, Purwo lebih memilih agar jumlah TPS tetap seperti semula.

Tribunjogja.com sebelumnya mencatat ada 4.792 TPS di tiga Kabupaten yang akan menggelar Pilkada.

Data tersebut bersumber dari KPU DIY.

Sementara opsi yang ditawarkan saat itu, KPU DIY berharap ada metode pemilihan melalui via pos.

Namun, oleh Purwo hal itu masih juga membutuhkan biaya tambahan.

Enam Pasien COVID-19 DIY Sembuh Asal Sleman, Bantul, Gunungkidul dan Kota Yogyakarta

"Kalau saya lebih setuju waktu pemilihan diperpanjang. Jadi jumlah TPS tetap, hanya saja waktu pemilihan bisa ditambah menjadi dua hari," katanya, saat dihubungi Tribunjogja.com, Rabu (10/6/2020).

Ia menganggap, pilihan tersebut atas dasar kekuatan anggaran dalam pilkada kali ini.

Purwo menyadari, seluruh APBN dan APBD saat ini terfokus untuk penanganan Covid-19.

Lebih lanjut dia mengatakan, selain menekan anggaran, penambahan hari tersebut sebagai langkah manejemen waktu supaya dapat menekan sebaran Covid-19.

"Memang, untuk kesulitan berada di KPU daerah. Ini harus segera dirumuskan. Formula apa yang dapat menekan tingkat  crowded tersebut," imbuhnya.

Jika dilakukan pembuatan TPS baru, menurutnya implikasinya cukup banyak.

Ia khawatir akan muncul pemetaan suara, atau pengelompokan suara oleh kandidat dibeberapa TPS dan memunculkan ketegangan baru.

Terbentur Undang-undang, Opsi Pilkada Serentak via Pos Sulit

Panggung Sunyi Politisi di Tengah Pandemi

Tidak adanya huru-hara membuat kontestasi pilkada serentak di tiga Kabupaten di DIY terlihat sunyi.

Hal itu menurut Purwo lantaran dipicu adanya pandemi Covid-19 yang saat ini masih menyebar di DIY.

Oleh karena itu, kampanye besar-besaran tidak mungkin menjadi jalur meraih kesuksesan dalam pemilu kali ini.

Kampanye menep (sunyep) inilah kenyataan yang harus diterima oleh para kandidat yang maju dikontestasi pemilukada 2020 Desember mendatang.

"Komunikasi yang menep berdasarkan informasi dan itu bisa disiapkan oleh masing-masing kandidat," terang dia.

Artinya, lanjut dia, atmosfir kampanye kali ini diprediksikan tidak ada mobilitas yang menyeret sentimen agama, ras dan gesekan lain.

Ia menganggap, orang-orang yang sudah ngawula atau mengabdi kepada masyarakatlah yang berkesempatan besar dan harus diberikan kepercayaan untuk memimpin.

"Saya melihat kampanye berupa politik mobilisasi agama ini akan diminimalisir, dan komunikasi politik berkualitas lebih dirumuskan," ungkapnya.

Meski disinyalir lebih senyap, namun menurutnya banyak para kandidat yang sudah mencuri start dalam upaya kampanye.

Biaya Pilkada 2020 Dipastikan Bengkak, KPU DIY Tunggu Dana dari APBN

"Semua orang tahu, semua orang paham hal itu. Beberapa sudah ada yang mencuri start," kelakarnya.

Hal itu menurutnya tidak bisa dipisahkan dari langkah politik lokal.

Pasalnya, masyarakat terbiasa akrab dengan para kandidat yang memiliki tingkat ketokohan yang tinggi.

Padahal, lanjut dia, ketika seseorang tengah menjajakn maju sebagai kepala daerah, masyarakat harus bisa mensensor.

"Namun pada kenyataanya, masyarakat terbiasa dengan ketokohan seseorang. Yang dekat dan memiliki ketokohan itulah yang diidamkan masyarakat. Tanpa peduli track politik dan lainnya," imbuh dia.

Secara keilmuwan, Purwo mengungkapkan, kontestasi pemilu merupakan milik rakyat, bukan milik pemburu jabatan.

"Tantangan kita sebenarnya kan mencegah suara-suara itu dipecah menjadi suara individu, bukan lagi suara yang dari diri sendiri," pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved