Yogyakarta
Begini Kronologi Diskusi Daring CLS UGM yang Berujung Teror Pembunuhan
Guru Besar UII meminta untuk menyetop tindakan teror dan intimidasi terhadap aktivitas akademik di manapun itu berada.
Penulis: Yosef Leon Pinsker | Editor: Gaya Lufityanti
"Jumat paginya mahasiswa saya sudah datang dan tanya ke Dukuh dan dia mengaku kalau ada Babinsa yang menelpon dia untuk meminta alamat saya. Setelah itu saya matikan semua alat komunikasi," jelasnya.
Ni'matul menjelaskan, pergantian judul diskusi yang semula 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' menjadi 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' juga tidak melibatkan dirinya.
"Mereka mengkonfirmasi hanya soal impeachment saja dan kemudian judulnya menjadi seperti itu bukan dari saya," jelasnya.
• Polda DIY Akan Lakukan Penyelidikan Terkait Teror pada Diskusi yang Batal Digelar CLS
Ni'matul mengklaim, berdasarkan Term Of Reference (TOR) yang dikirimkan oleh panitia, pembahasan yang diminta sama sekali tidak berkaitan dengan persoalan makar.
Dirinya hanya diminta untuk membahas pengertian pemakzulan, sejarahnya, bagaimana pemakzulan di Indonesia, serta pemakzulan setelah amandemen UUD 1945.
"Hanya itu tok. Jadi murni kegiatan mahasiswa, makanya saya mau karena kenal dengan mahasiswanya. Saya juga dikritik sama teman-teman kok mau, kayaknya ga mungkin mereka mau menjerumuskan saya," terang dia.
Ni'matul meminta untuk menyetop tindakan teror dan intimidasi terhadap aktivitas akademik di manapun itu berada.
Menurut dia, segala aktivitas di dunia akademis sama sekali tidak berkaitan dengan pretensi politik mana pun.
"Kita bisa menjadi besar itu karena adanya kritik dari dunia pendidikan. Jadi kalau seperti ini lantas siapa yang bisa jadi penyeimbang kalau ada kebijakan kekuasaan yang salah," ucap Ni'matul. (TRIBUNJOGJA.COM)