Pendidikan
Peneliti Hukum UII: Pembungkaman Diskusi Akademik Bisa Membuat Jelek Nama DIY
Diskusi bertajuk “Persoalan Pemberhentian Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” oleh Constitutional Law Society akhirnya tid
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Diskusi bertajuk “Persoalan Pemberhentian Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” oleh Constitutional Law Society akhirnya tidak jadi diselenggarakan pada Jumat (29/5/2020).
Pembatalan dilakukan karena panitia dan narasumber acara tersebut mengalami serangkaian teror dan peretasan oleh pihak yang hingga kini belum diketahui.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Dr. Ni'matul Huda, S.H., M.Hum yang semula direncanakan bertindak sebagai narasumber mendapat perlakuan tidak nyaman berupa intimidasi dan fitnah bahwa ia akan melakukan makar.
Menanggapi hal ini, peneliti lembaga riset Hicon Law & Policy Strategies, Puguh Windrawan turut angkat suara.
Dia berpendapat kasus tersebut harus diselesaikan secara hukum.
• Dekan FH UGM Kecam Tindakan Intimidasi dan Teror Terhadap Keluarga dan Panitia CLS
“Menurut saya ini harus diselesaikan secara hukum. Saya khawatir ini menjadi indikasi kebebasan akademik kita yang mulai terbatas. Harapannya hal-hal seperti ini tidak terjadi lagi,” ujar Puguh kepada Tribunjogja.com, Sabtu (30/5/2020).
Puguh menambahkan, diskusi dalam kultur akademisi sifatnya bisa dipertanggungjawabkan.
Terlebih, pria yang pernah menamatkan S-2 di Fakultas Hukum (FH) UII ini telah mengenal Prof. Dr. Ni'matul Huda secara personal.
“Prof. Ni’mat itu sangat akademis dan kalau membahas hukum tata negara memang beliau sudah pada porsinya,” ungkap Puguh yang juga peneliti di Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pusham) UII.
Dia mengatakan, pihak yang dirugikan harus melaporkan kepada kepolisian agar kasus ini tuntas. Terlebih, Puguh melihat ada upaya sistematis dalam pembungkaman diskusi akademis ini.
“Melihat pers rilis oleh FH UGM, sepertinya ini agak sistematis. Ada IG (Instagram) yang di-hack ini kan yang melakukan berarti punya keterampilan khusus,” tuturnya.
• Constitutional Law Society Klarifikasi Terkait Tema Diskusi yang Dipersoalkan
“Apalagi Jogja itu barometer pendidikan. Kasihan orang-orang yang mau datang ke Jogja, menimba ilmu. Ini bikin nama Jogja jelek juga. Orang-orang luar pengin ke sini karena di Jogja itu pendidikannya bagus, bebas diskusi, dan sebagainya. Kasihan nama Jogja yang sudah jadi barometer pendidikan,” sambung Puguh.
Puguh juga mengimbau kepada masyarakat agar sebaiknya biasa mendengarkan dahulu sebuah kajian akademis, sebelum menghakimi sesuatu.
“Kita tidak bisa menghakimi sesuatu yang kita tidak tahu. Kita kan nggak tahu Prof Ni’mat mau ngomong apa. Tuduh-menuduh itu nggak ada di kultur akademis,” tegasnya.
Sementara, ditanya terkait tema diskusi yang diangkat, Puguh menerangkan bahwa impeachment atau pemakzulan itu merupakan bahasa yang lumrah. “Itu biasa. Di hukum tata negara kita ada,” imbuhnya. (TRIBUNJOGJA.COM)