Idul Fitri 2020
Tak Pulang Kampung, Ini Cara Mahasiswa Rantau di Yogyakarta Rayakan Idul Fitri: Melebur Perbedaan
Mahasiswa rantau di Yogyakarta memiliki cara untuk merayakan Idul Fitri 2020 yang berlangsung di tengah pandemi. Melebur perbedaan
Penulis: Irvan Riyadi | Editor: Yoseph Hary W
Laporan Reporter Tribun Jogja, Irvan Riyadi
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYAKARTA - Idul Fitri 2020 menjadi momen berbeda bagi mahasiswa rantau di Yogyakarta kali ini. Mereka yang tidak pulang kampung karena adanya pandemi Virus Corona, harus merayakan Idul Fitri jauh dari kampung halaman.
Namun kondisi itu tidak membuat para mahasiswa rantau ini larut dalam kesedihan. Mahasiswa rantau yang merayakan Idul Fitri di Yogyakarta memiliki cara tersendiri agar di Lebaran 2020 ini tetap terasa istimewa.
Salah satunya dengan makan bersama dan berkumpul dalam kelompok kecil sesama mahasiswa rantau.
Tidak hanya mereka yang muslim, mahasiswa yang tidak merayakan Idul Fitri pun ikut memberikan dukungan dan semangat.
Mereka saling menguatkan, mendukung dan memberikan semangat dalam perayaan hari raya Idul Fitri 2020 yang masih di tengah masa pandemi Virus Corona.
Saling mendukung dan menguatkan, dalam menyambut Idul Fitri di tengah pandemi COVID-19.
Berbeda latar belakang, agama, daerah asal, tidak membuat mereka larut dalam sekat masing-masing.
Perbedaan itu, mereka lebur menjadi suasana hangat penuh rasa kekeluargaan.
Demikianlah yang lakukan sebagai wujud toleransi oleh sekelompok mahasiswa rantau di Yogyakarta.
Tidak semua dari mereka merayakan Idul Fitri. Namun, dalam menyambut Idul Fitri kali ini, mereka berkumpul bersama dengan kawan-kawan yang merayakannya.
Berkumpul dan makan bersama, cara mereka menyambut Idul Fitri dan saling mendukung, ketika tidak bisa pulang berlebaran di kampung halaman.
Thomas Eban, Elfridus Boysala, Anisintus Darius, Natalia Mara, Kresensia Orliana, Anggella Natasya, Yosef Ure Makin, Benriks Sinaga, sejatinya tidak merayakan Idul Fitri 2020.
Namun, mereka ikut menemani, mendukung kawan-kawan mereka yang muslim, dan merayakan Idul Fitri.
"Biasanya saudara-saudara yang muslim kan, lebaran di rumah di kampungnya, sekarang yang tidak bisa pulang, kita lah yang menjadi keluarga keduanya," ujar Elfridus Boysala, seorang mahasiswa asal NTT.
Ia mengaku cukup mengerti bagaimana rasa merayakan hari istimewa, tanpa berkumpul bersama keluarga di kampung halaman.
"Natal, kami juga biasa tidak pulang. Tapi, masih bisa merayakan. Kalau sekarang, yang lebaran, kan sembahyangnya pun katanya sudah tidak bisa ramai-ramai (berjemaah). Jadi, namanya keluarga di tanah rantau, harus saling mendukung. Hari raya, tidak boleh sedih-sedih karena sepi," tutur Elfridus.
Sementara, Putera Perdana, Rizal Rumodar, Ayu Kusuma, dan Surya Pranata, yang merayakan, merasa bersyukur, masih bisa merasakan kebersamaan di tanah rantau.
"Terharu sekali. Tidak bisa pulang, tapi ada mereka semua di sini, sedikit terobati lah sedihnya," ungkap Ayu Kusuma, mahasiswi asal Palembang.
Sejak korona mewabah, ia pun harus menjalankan ibadah puasa di Jogja.
Kali ini merupakan kali pertama, ia merasakan Idul Fitri, tanpa berada di sekitar keluarganya di kampung halaman.
"Sebenarnya kemarin masih bisa pulang. Tapi karena pertimbangan mau ujian skripsi, jadi batal. Setelah ujian, larangan mudik sudah berlaku," terangnya.
Berkumpul, menyambut idul fitri, bersama dengan kawan-kawan yang berbeda keyakinan, merupakan bentuk toleransi yang diwujudkan mereka.
Saling bergandengan tangan, dan saling mendukung serta menguatkan, adalah hal yang tidak bisa dinilai dengan apapun, menurut mereka. Terlebih di tengah pandemi dan hari raya Idul Fitri 2020 kali ini.
(*/ air/ Tribunjogja.com )