Peredaran Telur Infertil Bikin Produsen di DIY Resah, Berikut Ciri-cirinya
Beredarnya telur Infertil atau Hatched Egg (HE) di pasaran turut diantisipasi oleh masyarakat, tak terkecuali di DIY. Telur HE merupakan telur yang be
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Joko Widiyarso
Laporan Reporter Tribun Jogja, Miftahul Huda
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Beredarnya telur Infertil atau Hatched Egg (HE) di pasaran turut diantisipasi oleh masyarakat, tak terkecuali di DIY. Telur HE merupakan telur yang berasal dari perusahaan breeding atau pembibitan ayam.
Peredaran telur jenis itu pun seharusnya di larang oleh pemerintah, lantaran dari segi keamanan, telur tersebut hanya mampu bertahan kurun waktu tujuh hari.
Salah seorang produsen telur Wajiman mengatakan, peredaran telur infertil sudah seharusnya dicegah. Hal itu selain merusak harga di pasaran, telur tersebut juga cepat membusuk.
Menurut Wajiman, perbedaan telur infertil dengan telur ayam negeri ada pada warna. Jika warna telur pucat, atau cenderung keputih-putihan, kemungkinan besar telur tersebut merupakan infertil.
"Ya merusak harga, ada yang jual Rp 15 ribu, bahkan di bawahnya. Ini kan meresahkan kami sebagai produsen lokalan. Sebenarnya telur infertil itu kan yang tak menetas lalu dijual, mungkin itu setahu saya," katanya saat dihubungi Tribunjogja.com, Jumat (15/5/2020)
Ia melanjutkan, untuk saat ini dirinya hanya mampu memproduksi 60 kilogram telur dalam sehari. Ia mengatakan, telur murah sudah beredar di Jogja.
Pria yang akrab disapa Wawan ini pun meminta Dinas terkait untuk melakukan sidak pasar terkait keberadaan telur infertil tersebut.
"Karena ini sangat merusak pasar. Saya per hari 60 kilogram. Ya jual hanya lokalan saja, kalau infertil itu biasanya distok dari produsen besar," ungkap pria asal Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul ini.
Sementara itu, seorang pedagang di Pasar Beringharjo, Iswarini mengatakan, untuk saat ini harga di pasaran telur ayam yang ia jual seharga Rp 20 ribu.
Telur yang dijual di pasok dari Solo. Ia dapat harga dari produsen yang biasa ia ambil seharga Rp 16-17 ribu.
"Saya jual Rp 20 ribu karena untuk biaya akomodasi dan kalau ada yang pecah di jalan," katanya.
Perempuan yang akrab disapa Iis ini mengaku belum mengetahui peredaran telur infertil di pasaran.
Iis mengatakan, untuk saat ini dirinya juga belum mengetahui ciri-ciri telur yang dilarang peredarannya oleh pemerintah tersebut.
"Belum ditemui, mudah-mudahan tidak sampai ke Jogja peredarannya," imbuhnya.
Lakukan pengawasan
Secara terpisah, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Disperindag DIY, Yanto Apriyanto merespons persoalan telur infertil ini.
Pihaknya sudah mengetahui peredaran telur infertil di beberapa daerah. Sebagai antisipasi, Disperindag akan melakukan pengawasan kepada produsen dan penjualan di pasar.
Namun, sejauh ini tim satgas pangan Disperindag DIY masih belum melakukan sidak operasi pasar untuk menekan peredaran telur infertil tersebut.
"Kami mengetahui, telur tersebut bukan untuk telur konsumsi melainkan untuk ternak ayam. Untuk itu, akan kami lakukan pengawasan," katanya.
Pengawasan berupa pemantauan ke pedagang pasar dan juga produsen bakal dilakukan. Ia tak segan untuk menarik peredaran jika terdapat penjualan telur infertil di pasar DIY.
Pihaknya juga mengimbau kepada pedagang pasar di DIY untuk menolak jika ada tawaran telur dengan harga murah oleh produsen.
"Karena untuk saat ini harga telur di pasaran Rp 17.800, akan terus kami pantau pergerakan harga," tandasnya.