Selain Berjuang Hadapi Virus Corona, Thailand Kini Punya 'Musuh Baru' Yaitu Sampah Plastik
Selain pandemi virus corona, Thailand kini berjuang untuk melawan 'musuh' baru mereka, yaitu sampah plastik yang melonjak 62 persen selama lockdown.
Penulis: Fatimah Artayu Fitrazana | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA.COM - Selain berjuang untuk menekan penyebaran Virus Corona di negaranya, Thailand kini punya masalah baru yang tak kalah serius, yaitu Sampah Plastik.
Pada awal tahun 2020, pemerintah Thailand sudah melarang penggunaan tas plastik sekali pakai di negaranya.
Kebijakan tersebut menjadi penting karena Thailand termasuk lima terbesar negara di dunia yang memiliki Sampah Plastik di laut.
Namun sayangnya, larangan ini menjadi kurang efektif selama masa pandemi Virus Corona, di mana sekolah ditutup dan pemerintah menganjurkan masyarakat untuk tetap tinggal di rumah.
Akibat dari kebijakan 'Stay at Home' atau di rumah saja, produksi Sampah Plastik di ibu kota Thailand, Bangkok melonjak 62 persen di bulan April.

Lonjakan ini terjadi karena masyarakat membutuhkan plastik untuk layanan pesan antar makanan dan berbelanja secara online dari rumah.
Dikutip Tribunjogja.com dari laman New York Post, Rabu (13/5/2020), di bulan April, setiap harinya ada 3,432 ton plastik yang dibuang ke ibu kota Thailand.
Jumlah tersebut meningkat dari rata-rata tahun lalu, yaitu 2,115 ton. Sampah Plastik yang dibuang 80 persen terdiri dari tas, pembungkus, botol, dan gelas.
Menteri Lingkungan Thailand, Varawut Silpa-archa mengatakan jika konsentrasi pemerintah saat ini adalah fokus pada penanganan Virus Corona atau COVID-19.
"Jangan berperang melawan banyak pertarungan dalam satu waktu. Saat ini, COVID dulu," katanya pada media Reuters.

Menurut data Worldometers.info pada Rabu (13/5/2020), tercatat ada 3.017 kasus positif virus corona, 2,798 dinyatakan sembuh, dan 56 meninggal dunia.
Meski demikian, Presiden dari Thailand Environment Institute, Wijarn Simachaya menyatakan jika penanganan sampah plastik juga sangat penting untuk dipikirkan.
"Penambahan yang besar sangat menjadi perhatian. Progres apa yang sudah kami buat untuk kampanye melawan penggunaan plastik sekali pakai kembali lagi ke awal," ungkapnya pada Reuters.
"Ada banyak plastik dalam sekali pemesanan, entah itu tas makanan hangat, kantong saus, atau alat makan plastik yang juga bungkus plastik secara terpisah," imbuhnya.
Deputi Managing Director dari Kasikorn Research Center, unit dari Thai Bank, Siwat Luangsomboon memprediksikan sektor layanan pesan antar makanan telah tumbuh sekitar 33 persen hanya dalam sebulan atau sekitar 139 juta dolar Amerika Serikat.
