Kisah ABK Kapal Pesiar Asal Bantul Menunggu 18 Hari untuk Menepi, Berputar-putar di Lautan

di saat pandemi virus corona pasokan makanan di dalam kapal pesiar jenis Carnival Splendor ini pun hanya mampu bertahan satu bulan

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA/ Miftahul Huda
Anita Indriastuti seorang ABK Kapal Pesiar usai sampai di Terminal Giwangan, Jumat (8/5/2020) | Ilustrasi Kapal Pesiar 

TRIBUNJOGJA.COM, Yogyakarta - Berada di tengah perairan Australia menjadi hal sehari-hari yang dilalui perempuan asal, Kabupaten Bantul yang satu ini. Tetap berada di perairan di tengah pandemi Covid-19 juga bukan pilihan terbaik yang harus ia jalani.

Selain tak ada tamu, pasokan makanan di dalam kapal pesiar jenis Carnival Splendor ini pun hanya mampu bertahan satu bulan, sementara crew kapal saat itu sebanyak 1.100.

Wajah Anita Indriastuti, Jumat malam nampak tenang dan guratan senyum di wajahnya terlihat lega. Sesekali ia menyapa rekan-rekan pekerja migran lain yang sama juga sebagai Anak Buah Kapal (ABK)

Ia nampak kerepotan membawa dua koper besar berwarna hitam. Berjaket parka tebal dan nampak mondar-mandir kerepotan. Keringat pun memenuhi seraut wajah. Sesekali petugas dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Yogyakarta menyapa dan mengucapkan selamat.

Maklum, sudah tiga bulan para ABK tersebut kebingungan di tengah laut dan terkatung-katung ketika ingin pulang karena mewabahnya Covid-19.

Beruntungnya, kapal yang ia tunggangi tak ada satu pun yang positif Covid-19 sejak Ferbruari lalu mencuak ke masyarakat.

"Saya dengar kabar adanya penyebaran Covid-19 itu Februari. Karena saya baca-baca di berita online, seluruh crew kapal berlakukan sosial distancing seperti dianjurkan oleh tim kesehatan dunia," katanya, mengawali perbincangan pada Jumat malam (8/5/2020).

Perjalanan dari Australia hingga sampai di Tanjung Priok pun harus terkendala.

Sejak 18 Maret lalu, Carnival Splendor hanya berputar-putar lantaran pemerintah Indonesia belum menentukan langkah penanganan untuk para awak kapal yang memiliki pool dan berfasilitas spa tersebut.

Terhitung tiga puluh hari lebih kapal tersebut tak tahu arah kemana harus bersandar. Nita menjelaskan, semula Carnival Splendor diizinkan bersandar di dermaga wilayah Tanjung Benoa.

Jarak Australia dengan perairan Tanjung Benoa Bali menurutnya sekitar 1.440 mil. Belum juga kapal pesiar yang ia naikki, muncul arahan kepada crew kapal untuk putar arah menuju Batam.

"Sejak 18 Maret kapal kami tidak ada kejelasan. Kami akan di carter menggunakan apa, dengan moda transportasi pesawatkah? Atau bagaimana. Karena semula sudah mau ke Tanjung Benoa, ternyata disuruh ke Batam. Eh, gagal lagi," ungkapnya.

Jumlah Pasien Virus Corona Indonesia Dibandingkan Negara Lain, Malaysia 51, USA 1, Inggris 4

Anita sempat panik lantaran logistik kapal waktu itu hanya cukup untuk satu bulan lagi.

Jika April tak segera menepi, mungkin ia dengan para ABK lain harus rela kelaparan di tengah kapal pesiar mewah.

Kepanikan lain, ibu dua anak ini juga harus menahan rasa rindu bercampur was-was, apakah keluarganya di Bantul semuanya dalam kondisi selamat.

"Untungnya kami tak sampai kelaparan karena stok logistik masih mencukupi. Kami difasilitasi dan boleh menggunakan guest room jadi amanlah," terangnya.

Perempuan asal Desa Manding, Kabupaten Bantul ini pun bercerita mengenai keamanan di dalam kapal pesiar.

Menurutnya ia cukup beruntung, karena semenjak adanya Covid-19 muncul secara global, sudah dua bulan lebih kapal Carnival Splendor tak menerima tamu.

Meski tak menerima tamu, pembatasan sosial tetap dilakukan. Kebersihan kapal serta para crew kapal betul-betul diperhatikan.

"Sangat menjaga kebersihan. Semua tempat dibersihkan, kami juga berlakukan physical distancing di dalam kapal," urainya.

Saat ditanya siapa orang pertama yang ia ingat ketika di kapal pesiar, dengan mata sedikit berkaca-kaca ia menjawab suami dan anak-anaknya di rumah.

Keterbatasan akses berkomunikasi juga menyulitkannya memantau keluarga di rumah. Ia mengaku rindu dengan keluarga di rumah.

"Anak itu pasti, kedua orang tua dan suami. Saya benar-benar merindukan mereka di tengah pandemi seperti sekarang ini," ungkap Anita.

Kata Ahli Epidemiologi UGM Tentang Transmisi Lokal Virus Corona di Yogyakarta

Jika sudah sampai di rumah apa yang hendak dilakukan?

Pertanyaan itu menurutnya hal yang menjengkelkan.

Karena berbeda jika dihari sebelumnya yang tanpa ada pembatasan fisik. Sesampainya di rumah nanti, Anita justru memilih untuk karantina mandiri selama 14 hari terlebih dahulu sebelum bertemu dengan anak-anaknya.

"Harus rela karantina mandiri dulu. Sudah disiapkan dari awal. Mau tidak mau harus ditahan dulu untuk bertemu dengan anak dan keluarga," pungkasnya. ( Tribunjogja.com | Miftahul Huda )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved