Ramadhan 2020

Penjelasan Hukum Makan dan Minum Setelah Imsak saat Puasa Ramadhan 1441 H, Boleh atau Tidak?

Imsak digunakan sebagai penanda batas waktu umat muslim melaksanakan sahur. Berikut hukum makan dan minum setelah imsak.

Penulis: Dwi Latifatul Fajri | Editor: Ikrob Didik Irawan
Religion News Service
Penjelasan Hukum Makan dan Minum Sesudah Imsak 

Ibadah puasa di bulan Ramadhan tak hanya menahan nafsu makan minum, tetapi menjaga diri dari perbuatan buruk lainnya yang dapat merusak amal puasa.

Puasa dilakukan dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Di Indonesia, ada waktu khusus yang dianggap sebagai penentu mulainya ibadah puasa, yaitu imsak.

Imsak digunakan sebagai batas waktu umat muslim untuk melaksanakan sahur.

Benarkah imsak menjadi waktu awal mulainya seseorang menahan lapar dan dahaga?

Mengutip dari nu.or.id, beberapa ulama di berbagai kitab menjelaskan tentang waktu imsak.

Imam Al-Mawardi di dalam kitab Iqna’-nya menuturkan:

وزمان الصّيام من طُلُوع الْفجْر الثَّانِي إِلَى غرُوب الشَّمْس لَكِن عَلَيْهِ تَقْدِيم الامساك يَسِيرا قبل طُلُوع الْفجْر وَتَأْخِير (الْفطر) يَسِيرا بعد غرُوب الشَّمْس ليصير مُسْتَوْفيا لامساكمَا بَينهمَا

“Waktu berpuasa adalah dari terbitnya fajar kedua sampai tenggelamnya matahari. Akan tetapi (akan lebih baik bila) orang yang berpuasa melakukan imsak (menghentikan makan dan minum) sedikit lebih awal sebelum terbitnya fajar dan menunda berbuka sejenak setelah tenggelamnya matahari agar ia menyempurnakan imsak (menahan diri dari yang membatalkan puasa) di antara keduanya.” (lihat Ali bin Muhammad Al-Mawardi, Al-Iqnaa’ [Teheran: Dar Ihsan, 1420 H] hal. 74)

Dr. Musthafa al-Khin dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji menyebutkan:

والصيام شرعاً: إمساك عن المفطرات، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس مع النية.

“Puasa menurut syara’ adalah menahan diri dari apa-apa yang membatalkan dari terbitnya fajar sampai dengan tenggelamnya matahari disertai dengan niat.” Musthafa al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji fil Fiqh As-Syafi’i [Damaskus: Darul Qalam, 1992], juz 2, hal. 73)

Sedangkan Sirojudin Al-Bulqini menyampaikan:

السابعُ: استغراق الإمساكِ عما ذُكرَ لجميع اليومِ مِن طُلوعِ الفجرِ إلى غُروبِ الشمسِ.

“Yang ketujuh (dari hal-hal yang perlu diperhatikan) adalah menahan diri secara menyeluruh dari apa-apa (yang membatalkan puasa) yang telah disebut sepanjang hari dari tebitnya fajar sampai tenggelamnya matahari.” (Sirojudin al-Bulqini, Al-Tadrib [Riyad: Darul Qiblatain, 2012], juz 1, hal. 343).

Dari keterangan diatas menjelaskan bahwa puasa dimulai dari terbitnya fajar sebagai tanda masuk salat subuh, bukan imsak.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved