Studi Terbaru, Virus Corona Tak Hanya Menyerang Paru-Paru Tapi Juga Pembuluh Darah
Virus SARS-CoV-2 memang merupakan virus baru di dunia kesehatan dan telah menyebabkan pandemi di dunia. Banyak penelitian yang terus memperlihatkan ba
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM, ZURICH - Virus SARS-CoV-2 memang merupakan virus baru di dunia kesehatan dan telah menyebabkan pandemi di dunia. Banyak penelitian yang terus memperlihatkan bagaimana karakter virus tersebut dan tingkat kefatalannya.
Melansir dari South China Morning Post, penelitian terbaru mengungkapkan bahwa virus corona menyerang lapisan pembuluh darah di seluruh tubuh, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan banyak organ.
• UPDATE 21 April 2020 : 2,4 Juta Orang di Dunia Positif Virus Corona, 646 Ribu Orang Sembuh
Pernyataan ini berdasarkan sebuah studi yang dipublikasi di The Lancet.
"Virus ini tidak hanya menyerang paru-paru, tetapi juga menyerang pembuluh darah di mana-mana," kata Frank Ruschitzka, penulis makalah dari University Hospital Zurich.
Dia mengatakan para peneliti telah menemukan virus yang mematikan itu menyebabkan lebih dari pneumonia.
• Cara Menjaga Imun Tubuh di Tengah Pandemi Virus Corona dari Akademisi UGM
“Ia memasuki endotelium atau lapisan sel, yang merupakan garis pertahanan pembuluh darah. Jadi itu menurunkan pertahanan Anda sendiri dan menyebabkan masalah dalam sirkulasi mikro,” kata Ruschitzka, merujuk pada sirkulasi di pembuluh darah terkecil.

Ini kemudian mengurangi aliran darah ke berbagai bagian tubuh dan akhirnya menghentikan sirkulasi darah, menurut Ruschitzka yang merupakan ketua pusat jantung dan departemen kardiologi di rumah sakit universitas di Swiss.
"Dari apa yang kita lihat secara klinis, pasien memiliki masalah di semua organ, di jantung, ginjal, usus, di mana-mana," katanya.
Itu juga menjelaskan mengapa perokok dan orang-orang dengan kondisi yang sudah ada sebelumnya yang memiliki fungsi endotel yang lemah, atau pembuluh darah yang tidak sehat, lebih rentan terhadap virus baru ini.
• Membedakan Batuk Biasa dan Batuk Akibat Virus Corona : Ini Ciri Utama Batuk Kering COVID-19
Kondisi pasien dengan hipertensi, atau tekanan darah tinggi, diabetes, obesitas dan penyakit kardiovaskular juga sama rentannya terjangkit virus tersebut.
Penelitian yang diterbitkan pada hari Jumat, menemukan unsur-unsur virus dalam sel endotel, yang melapisi bagian dalam pembuluh darah dan sel-sel inflamasi pada pasien Covid-19.
• 6 Khasiat Daun Laban yang Mendadak Populer Gara-gara Disebut Ampuh Obati Corona
Sementara hasilnya didasarkan pada analisis tiga kasus, Ruschitzka mengatakan autopsi pada pasien Covid-19 lainnya juga menemukan bahwa lapisan pembuluh darah mereka penuh virus dan fungsi pembuluh darah terganggu di semua organ mereka.
Salah satu kasus adalah pasien Covid-19 yang berusia 71 tahun dengan penyakit arteri koroner dan hipertensi arteri yang mengalami kegagalan organ multisistem dan meninggal.

Analisis post mortem dari ginjal yang ditransplantasikan menunjukkan struktur virus dalam sel endotel. Para peneliti juga menemukan sel-sel radang di jantung, usus kecil dan paru-paru, di mana sebagian besar pembuluh darah kecil tampak tersumbat.
Pasien lain yang berusia 58 tahun dengan diabetes, hipertensi arteri, dan obesitas mengembangkan iskemia mesenterika, atau penurunan aliran darah ke usus halus yang secara permanen dapat merusak organ. Endotheliitis limfositik, yang menyebabkan peradangan endotelium, juga ditemukan di paru-paru, jantung, ginjal, dan hati.
Berdasarkan temuan ini, para peneliti menyarankan terapi untuk menstabilkan endotelium sambil menangani replikasi virus.
Di atas vaksinasi yang mengurangi replikasi virus, Ruschitzka menyarankan penguatan kesehatan pembuluh darah mungkin menjadi kunci untuk merawat pasien Covid-19.
“Semua pasien yang beresiko dan lansia harus diperlakukan dengan sangat baik berkaitan dengan kondisi kardiovaskular. Semakin baik mereka dirawat, semakin besar kemungkinan mereka selamat dari infeksi Covid-19,” katanya.
“Kita tahu bahwa penghambat enzim pengonversi angiotensin atau obat jantung yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan obat antiinflamasi membuat endotelium lebih kuat,” katanya.
Tak hanya itu, sebuah studi baru oleh salah satu ilmuwan top China telah menemukan kemampuan virus corona yang bisa bermutasi. Ini memberikan dampak yang berbeda di berbagai belahan dunia.
Profesor Li Lanjuan dan rekan-rekannya dari Universitas Zhejiang menemukan dalam kumpulan kecil pasien banyak mutasi yang sebelumnya tidak dilaporkan.
Mutasi ini termasuk perubahan yang sangat langka sehingga para ilmuwan tidak pernah menganggapnya mungkin terjadi. Mereka juga mengkonfirmasi untuk pertama kalinya dengan bukti laboratorium bahwa mutasi tertentu dapat membuat strain lebih mematikan dari yang lain.
"Sars-CoV-2 bisa bermutasi yang mampu secara substansial mengubah patogenisitasnya," tulis Li dan rekan-rekannya dalam makalah non-peer-review yang dirilis pada layanan pracetak medRxiv.org pada hari Minggu.

Studi Li memberikan bukti kuat pertama bahwa mutasi dapat mempengaruhi seberapa parah virus menyebabkan penyakit atau kerusakan pada inangnya.
Li mengambil pendekatan yang tidak biasa untuk menyelidiki mutasi virus. Dia menganalisis strain virus yang diisolasi dari 11 pasien Covid-19 yang dipilih secara acak dari Hangzhou di provinsi timur Zhejiang, dan kemudian menguji seberapa efisien mereka dapat menginfeksi dan membunuh sel.
Mutasi paling mematikan pada pasien Zhejiang juga telah ditemukan pada sebagian besar pasien di seluruh Eropa, sedangkan strain yang lebih ringan adalah varietas dominan yang ditemukan di bagian Amerika Serikat, seperti negara bagian Washington.
Sebuah studi terpisah menemukan bahwa strain New York telah diimpor dari Eropa. Tingkat kematian di New York serupa dengan di banyak negara Eropa, jika tidak lebih buruk.
Tetapi mutasi yang lebih lemah tidak berarti memiliki resiko yang lebih rendah untuk semua orang. Dua pasien berusia 30-an dan 50-an yang tertular strain yang lebih lemah menjadi sakit parah.
Meskipun keduanya bertahan pada akhirnya, pasien yang lebih tua membutuhkan perawatan di unit perawatan intensif.
Temuan ini bisa menjelaskan perbedaan dalam mortalitas regional. Infeksi pandemi dan tingkat kematian bervariasi dari satu negara ke negara lain, dan banyak penjelasan telah diajukan.
Para ilmuwan genetika telah memperhatikan bahwa turunan dominan di wilayah geografis yang berbeda pada dasarnya berbeda. Beberapa peneliti mencurigai perbedaan angka kematian dapat disebabkan oleh mutasi tetapi mereka tidak memiliki bukti langsung.
Masalah ini semakin rumit karena tingkat kelangsungan hidup tergantung pada banyak faktor, seperti usia, kondisi kesehatan yang mendasarinya atau bahkan golongan darah.
Di rumah sakit, Covid-19 telah diperlakukan sebagai satu penyakit dan pasien telah menerima pengobatan yang sama terlepas dari strain yang mereka miliki. Li dan koleganya menyarankan bahwa mendefinisikan mutasi di suatu wilayah mungkin menentukan tindakan untuk melawan virus.
( Tribunjogja.com | Bunga Kartikasari )