KISAH Nyata Mbah Ngatirah Alami Zaman Pagebluk Pes, Tak Kalah Mengerikan dari Virus Corona
Mbah Ngatirah, yang menceritakan hal ihwal “pagebluk” Jawa, dilahirkan pada 1927. kisahnya, adalah pagebluk (wabah) pes tahun 1950an.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Iwan Al Khasni
- Mbah Ngatirah Saksi Hidup Pagebluk Pes
- Warga Tanam Anjing buat Tolak Bala
- Warga Tidak Pernah Berhenti Gali Kubur

TRIBUNJOGJA.COM, Yogyakarta – Ahli sejarah Mataram Islam, HJ De Graaf menulis, dua pertiga penduduk Banten tewas. Di Cirebon sepanjang kemarau ada 2.000 orang meninggal.
Di Kendal, Tegal, Jepara, dan semua tempat di pesisir utara Jawa sampai Surabaya, tak terhitung banyaknya nyawa orang melayang akibat penyakit yang tak diketahui ini.
Di pedalaman lebih parah lagi. Orang sesak napas dalam satu jam saja, lalu mati. Demikianlah laporan VOC ke negeri Belanda tertanggal 27 Oktober 1625.
Ini masa-masa ketika Sultan Agung melebarkan kekuasaanya ke Jawa Timur, dan ia baru saja menaklukkan Surabaya.
Kisah itu dituangkan De Graaf, ahli sejarah Mataram Islam paling tersohor dalam bukunya “Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung (Grafiti: 2002).
Itulah bencana hebat Jawa abad 17. Sesudah itu juga terjadi serangkaian malapetaka luar biasa, kerusakan akibat peperangan, hingga bencana-bencana mengerikan.
Masyarakat Jawa mengenal istilah “pagebluk”. Ini arti atau padanan kata wabah atau petaka dahsyat yang menelan korban jiwa tak terkira.
Tingkat kengerian suasana lingkungan, situasi dan kebatinan masyarakat terguncang. Wabah virus Corona saat ini dampaknya mirip pagebluk ini.
Mbah Ngatirah, yang menceritakan hal ihwal “pagebluk” Jawa, dilahirkan pada 1927. Berarti usianya sekarang 93 tahun.
Ia penduduk asli Dusun Ngringin, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Mbah Ngatirah masih sehat, ingatannya tajam, bicaranya jelas. Secara fisik juga masih sering bepergian ke berbagai tempat.
“Tapi sekarang disuruh di rumah saja, gak boleh ke mana-mana,” kata Mbah Ngatirah dalam bahasa Jawa medok. Semua cerita versi bahasa Jawa narasumber ini telah diindonesiakan.