Wabah Virus Corona
Diplomat Asing Ramai-Ramai Keluar dari Pyongyang, Tak Mau Dikarantina Korea Utara
Sejumlah dipomat Korea Utara menutup kantor-kantor di Pyongyang dan meninggalkan negara tersebut pada Senin (9/3/2020).
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Rina Eviana
TRIBUNJOGJA.COM - Sejumlah dipomat Korea Utara menutup kantor-kantor di Pyongyang dan meninggalkan negara tersebut pada Senin (9/3/2020).
Hal ini dilakukan setelah adanya pembatasan karantina yang cukup ketat selama berminggu-minggu guna mencegah penyebaran wabah virus corona (COVID-19).
Namun untuk melaporkan satu infeksi, Korea Utara telah menegakkan tindakan karantina yang cukup ketat.
Mereka juga menutup perbatasan dengan China, tempat epidemi dimulai dan membatasi warga negara asing, termasuk diplomat, ke tempat mereka sendiri.

Korea Utara mencabut karantina sebulan penuh pada diplomat asing pada Senin (2/3/2020).
Karantina paksa adalah salah satu tindakan pencegahan penyebaran epidemi virus corona atau COVID-19.
Menurut Kementerian Luar Negeri Jerman mereka tidak memiliki pilihan lain stafnya. Sebab, jika menyalahkan Pyongyang juga tidak akan bisa memberikan solusi lain.
Keputusan Jerman itu kemudian diikuti oleh Prancis dan Swiss. Kedua negara tersebut meindahkan staff diplomati mereka ke Vladivostok, Rusia, pada hari yang sama.
“Tindakan karantina yang berebihan berdampak pada pekerjaan Kantor Kerjasama Prancis di Pyongyang menjadi terhambat,” ujar perwakilan Kementerian Luar Negeri Prancis dikutip dari The Korea Herald.
• Satu Pasien Positif Virus Corona COVID-19 di Indonesia Meninggal Dunia
• Ancaman Kim Jong Un pada Para Pejabatnya Jika Virus Corona Sampai Masuk Korea Utara
Swiss juga menangguhkan Kantor Kerjasamanya di Pyongyang, mengklaim bantuan kemanusiaan kantor dan upaya promosi perdamaian selanjutnya ditantang oleh penguncian perbatasan Korea Utara.
"Ini secara mendasar tentang pertanyaan akses di dalam Korea Utara dan cara Korea Utara menerapkan karantina," Scott Snyder, seorang rekan senior di Council on Foreign Relations, mengatakan kepada Voice of America.

Meskipun Korea Utara menyatakan tidak memiliki infeksi, para ahli kesehatan internasional telah berulang kali meragukan klaim tersebut.
"Tidak ada cara kita bisa mempercayai media Korea Utara mengenai informasi mengenai virus corona," kata seorang pejabat dari kelompok bantuan global, Doctors Without Borders, seraya menambahkan bahwa rezim komunis juga menahan informasi untuk menyesatkan rakyatnya dan masyarakat internasional.
Tomas Ojea Quintana, hubungan khusus PBB untuk hak asasi manusia di Korea Utara, mendesak Pyongyang pada hari Senin untuk memberikan akses penuh bagi para ahli medis dan kemanusiaan, karena infeksi yang meluas akan semakin membahayakan populasi Korea Utara yang sudah kurang gizi.
Sementara itu, media Korea Utara menyebutkan kerugian ekonomi akibat perang berkelanjutan melawan virus corona.