Puluhan Anggota KKB Papua Masuk Perkampungan Hendak Sandera 3 Orang Guru, Warga Melawan
Puluhan anggota Kelompok Kriminal Besenjata (KKB) hampir menyandera tiga guru yang mengajar di SD Inpres Baluni, Kampung Jagamin, Distrik Tembagapura
Kelompok Separatis Bersenjata Ancam Kedaulatan

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan keberadaan gerakan kelompok separatis bersenjata (KSB) di Papua menjadi ancaman kedaulatan Indonesia.
"Papua seperti Anda tahu ada gerakan separatis. Meskipun kita menganggapnya itu gerakan sipil bersenjata, kelompok sipil bersenjata," ujar Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (25/2/2020).
Mahfud mengklaim Pemerintah Indonesia selama ini telah melakukan pendekatan hukum dalam rangka meredam gerakan tersebut.
Hal itu dilakukan karena negara memiliki tugas untuk melindungi dan menjaga keutuhan ideologi dan teritori NKRI.
"Jadi tugas negara itu kan melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Itu artinya menjaga keutuhan teritori dan keutuhan ideologi," tegas Mahfud sebagaimana dilansir kompas.com
Selain di Papua, ancaman juga terjadi di Laut Natuna Utara atau di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Menurut Mahfud, di lokasi hak Indonesia berdaulat itu kerap terjadi pengklaiman sepihak oleh China.
"Oleh sebab itu kita harus perkuat di sana, agar negara hadir karena itu secara utuh nasional adalah milik kita," tegas dia.
Mahfud mengatakan, pemerintah akan menambah kekuatan alutsista di Natuna akibat tindakan China yang kerap mengklaim wilayah Laut Natuna Utara atau ZEE Indonesia.
"Kalau di Natuna itu karena ada klaim tradisional dan hak sejarah China dan itu selalu terulang," ujar Mahfud.
"Ancamannya kekuatan alutsista kita di sana belum memadai sehingga dalam waktu dekat akan dibuat lebih memadai."
Dalam upaya mempertebal kekuatan pertahanan di Natuna, pemerintah akan berpegang kepada konstitusi dan hukum internasional.
Dia menegaskan, keberadaan Laut Utara Natuna akan kembali pada prinsip multilateralisme.
Artinya bahwa wilayah perairan tersebut juga menjadi urusan dunia internasional.
"Kita akan berpegang pada hukum internasional, hukum konstitusi kita dan kembali ke prinsip multilateralisme bahwa itu urusan dunia internasional bersama-sama, bukan hanya unilateralisme," tegas dia. (*)