Wabah Virus Corona
Kisah Haru WNI yang Dievakuasi dari Wuhan, Menitikkan Air Mata Begitu Sampai Indonesia
Kisah dari para Warga Negara Indonesia (WNI) yang sempat terkunci di Wuhan, China memang selalu menarik untuk disimak. Sejak tanggal 2 Februari 2020,
Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM - Ada begitu banyak kisah dari para Warga Negara Indonesia (WNI) yang sempat terkunci di Wuhan, China.
Sejak tanggal 2 Februari 2020, ratusan WNI sudah sampai di Pulau Natuna untuk diobservasi lebih lanjut.
Bagi mereka, mungkin matahari dan udara Natuna adalah yang terbaik. Sebab, selama kurang lebih seminggu terkunci di Kota Wuhan, panas matahari tak kunjung datang dan udara menjadi lebih dingin karena hujan turun terus menerus.
• Bepergian 10 Ribu Kilometer, Seorang Pria Tularkan Virus Corona ke 11 Orang Lainnya
Saat itu, orang-orang tak banyak yang keluar rumah dan beraktivitas. Kota yang sibuk itu seketika menjadi sepi. Tak ada toko buka karena para pedagang masih menikmati libur perayaan Imlek di kampung halaman.

Mall yang biasanya ramai dengan hiruk pikuk manusia, kini nyaris tutup selalu. Epidemi virus corona yang berasal dari Wuhan itu menjelma menjadi tragedi kemanusiaan di awal tahun 2020.
Sebuah kisah yang hangat dari tanah Natuna ditulis oleh WNI yang berhasil dievakuasi pemerintah. Ia adalah Eva Taibe. Eva membagikan sekelumit cerita di blognya pasca ia dievakuasi dan ditempatkan di Natuna.
Dalam tulisannya itu, Eva mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak terkait yang mau memulangkan mereka di tengah situasi chaos.
• Temuan Baru Virus Corona, Ada Penyebar Super di Wuhan, Menginfeksi 10 Petugas Medis dan 4 Pasien
Bagi Eva, tidak ada pengalaman yang lebih berkesan dibanding terkunci di negeri orang dan kembali pulang ke Indonesia dengan berbagai uluran tangan.
“Negara betul-betul ada untuk kami,” ucapnya dalam unggahan itu. Ia menilai KBRI Beijing telah mengirimkan pasukan siap tempur ke ranah terdepan Kota Wuhan.
• Kekhawatiran Peneliti Harvard Soal Tidak Adanya Kasus Virus Corona di Indonesia
Meski tidak tempur dengan senjata hingga berlumuran darah, namun virus corona dimana-mana dan bisa saja menjangkiti mereka ketika proses evakuas berlangsung.

“Jam tiga pagi saat itu, dengan dingin menusuk tulang, saya masih ingat kami mulai memasuki pesawat untuk kembali ke Indonesia,” katanya lagi. Sembari menunggu barisan, samar-samar ia melihat sebuah tulisan dari jendela pilot.
Tulisan itu sangat simpel, namun berarti baginya. Di kertas putih, pilot terlihat menyemangati rekan-rekan dari Wuhan agar sabar menghadapi kehidupan.
“Ayo mulih, rek,” begitu tulisan yang terlihat dari kejauhan. Mata Eva pun tak kuasa menahan airmata yang telah menggenang.
“Wajahku tiba-tiba terasa hangat. Setitik demi setitik air mataku jatuh. Ia kami semua menangis terharu,” tutur Eva lebih lanjut.
Tak ada yang berbeda dengan penerbangan lain. Mereka tetap harus disiplin mengikuti prosedur penerbangan, seperti tidak menyalakan handphone saat di pesawat dan mematuhi tata tertib yang ada.
Namun uniknya, ketika memasuki badan pesawat. Eva melihat para pramugari dan kru kabin sudah siap menyambut mereka.

Bukan dengan lilin dan meniupnya bersama, melainkan dengan sapaan hangat dibalik baju astronot yang harus dikenakan sepanjang 7 jam perjalanan.
“Momen senitimental lain adalah ketika Kolonel Dodi dari Koopssus TNI mengucapkan selamat datang kembali ke Indonesia kepada kami,” jelasnya. Ia menggambarkan itu adalah momen berkesan selama hidup.
“Dadaku terasa sesak karena terharu dan menahan tangis. Kami semua bersorak gembira, bertepuk tangan, bahagia sekali rasanya bisa kembali ke tanah air,” ungkap Eva.
Evakuasi masyarakat Indonesia di Kota Wuhan merupakan instruksi presiden yang dieksekusi dengan baik oleh Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi. Pemerintah China pun tidak melarang jika ada negara yang mau mengevakuasi warganya.
Selama di Natuna, ia seperti tak kunjung selesai mengucapkan rasa syukur. Kolaborasi tim dokter, perawat dan psikolog dari kementerian kesehatan selalu mengecek kondisi kesehatan mereka secara fisik dan psikologis.
“Kami ketahui betul mereka pun sama dengan kami, dikarantina sekaligus mengurusi kami. Tidak mudah meninggalkan keluarga mereka masing-masing denga resiko virus mematikan, tetapi kami semua sehat, kami semua bahagia disini,” tambahnya.

Canda dan tawa yang sempat hilang itu akhirnya kembali. “Sebagai pelajar adapun diantara kami yang mencoba untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliah kami dengan gembira,” katanya.
Tidak lupa, Eva juga mengucapkan terimakasih kepada masyarakat Natuna yang mau menerima mereka. Tak menampik, ia memahami pemberitaan di Indonesia terkait virus corona cukup masif.
“Kepada Masyarakat pulau Natuna yang sudah bersedia dan berbesar hati menerima kedatangan kami, kami tahu bahwa menerima keberadaan kami di masa karantina bukanlah hal mudah. Kami ancaman senyap yang mungkin bisa datang kapan saja dan mematikan,“ ungkap Eva lagi.
Sekali lagi ia meyakinkan bahwa mereka yang dikarantina adalah orang sehat dan berupaya untuk selalu menjaga kesehatan.
“Tidak ada yang bisa kami ucapkan selain kata terima kasih dan secara pribadi pengalaman luar biasa ini menjadi sebuah jalan untuk memahami bahwa betapa cinta aku terhadap tanah air ku Indonesia, dan aku bangga menjadi Indonesia. Aku adalah Indonesia!!!” tutupnya.
( Tribunjogja.com | Bunga Kartikasari )