Internasional
Brandon Bryant, Bekas Pilot Predator, Ungkap Keburukan Program Drone Amerika
Pengalaman paling mengerikan yang menancap di benak Brandon ketika ia menerbangkan drone dan mengincar sasaran sebuah bangunan di Afghanistan.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Ari Nugroho
Sejak 2006 hingga 2011, skuadronnya telah menjalankan 1.626 misi pengeboman, di antaranya menghantam sasaran anak-anak dan perempuan.
Kepada media Inggris The Sun, Brandon menyebut seingat dirinya ia telah 13 kali melakukan misi pembunuhan.
Peristiwa paling traumatik terjadi ketika timnya melakukan misi pengeboman target di sebuah jalan Afghanistan.
Ada tiga sasaran laki-laki terlihat lewat kamera pengintai drone Predator.
Temannya spontan berteriak. “Guyur,” kata Brandon.
"Bryant meledakkan (buah) cherry,” kata Brandon menyebut reaksi teman satunya lagi.
Tapi di benaknya, yang muncul adalah horror.
Ia melihat darah tertumpah dari tubuh korbannya, sebelum jasad itu terlihat membeku dilihat dari kamera thermal di dronenya.
“Aku melihat darah muncrat dari kakinya, dan kemudian aku lihat tubuhnya langsung dingin. Gambar di layar (kamera) itu tertanam di pikiranku, dan benar-benar menyakitiku,” katanya.
“Saat aku menarik pelatuk, aku tahu itu salah. Saat rudal menghantam (sasaran), hatiku berkata, aku sudah jadi pembunuh,” lanjut Brandon Bryant kepada The Sun.
• Hezbollah Sukses Tembak Drone Milik Israel
Pengalaman paling mengerikan yang menancap di benak Brandon ketika ia menerbangkan drone dan mengincar sasaran sebuah bangunan di Afghanistan.
Misinya melenyapkan musuh, sesuai informasi intelijen.
Di detik terakhir saat ia memencet tombol pelepas rudal, ia melihat seorang bocah lari keluar bangunan.
Selain memberi kesaksian kepada PBB, Brandon Bryant juga mengungkap kisahnya di Jerman.
Ia memberitahu anggota parlemen di sana terkait program drone AS.