Konstruksi Jalan Tol Yogyakarta-Solo Butuh Tanah Selebar Ini, Dibagi Jadi Empat Jalur
Jalan Tol Yogyakarta-Solo akan membentang seluas sepanjang 22,36 Km dari Desa Tamanmartani di Kecamatan Kalasan, ke Desa Tirtoadi di Kecamatan Mlati,
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
- Ada Simpang Susun di Dekat RS Pantirini
- Konstruksi di Ringroad Pakai Tiang Beton karena Melayang
- Pengairan Tetap Dihidupkan Dibuat Lebih Besar untuk Petani

Jalan Tol Yogyakarta-Solo akan membentang seluas sepanjang 22,36 Km dari Desa Tamanmartani di Kecamatan Kalasan, ke Desa Tirtoadi di Kecamatan Mlati, Sleman.
Saat ini pemerintah tengah melakukan sosialisasi ke warga-warga terdampak. Selain membicarakan pembebasan lahan, warga pun diberikan wawasan tentang bagaimana tol tersebut akan dibangun dan manfaatnya.
Galih Alfandi selaku staf Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pelaksanaan Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Yogyakarta—Solo dan Yogyakarta—Bawen, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, memaparkan di tol Yogyakarta-Solo menerangkan pintu masuk tol ini berada di Tamanmartani, Kecamatan Kalasan.
Luasan tol ini adalah 5.991.441 m2 dengan memanfaatkan 2.906 bidang.
"Ada beberapa pintu masuk keluar, yakni di Purwomartani, di sana ada simpang susun tepatnya di dekat RS Pantirini. Selain itu ada juga di Bokoharjo, Maguwoharjo, UPN, Monjali dan Trihanggo," ujarnya.
Konstruksi yang digunakan ada elevated (melayang) dan atgrade (timbunan tanah).
Dijelaskannya, lebar jalan tol sendiri kurang lebih 23 meter. Sedangkan kebutuhan tanahnya mencapai 60 meter. Sehingga masih ada jarak sekitar 20 meter di kanan kiri tol.
"Tol ini akan dibagi menjadi empat lajur. Dan konstruksinya di ringroad nanti pakai tiang beton karena elevated. Termasuk di Selokan Mataram juga tolnya di atas selokan dengan diapit dua tiang beton," terangnya.
Kemudian, saat ini juga masih dilakukan pembahasan tentang desain baru yang dipakai untuk seputaran Monumen Jogja Kembali.
Kemudian bergerak ke barat, di Tirtoadi, akan dibangun jembatan junction. Jembatan ini merupakan pertemuan dari tol Yogyakarta-Solo, Yogyakarta-Bawen dan Yogyakarta-Kulonprogo.
"Di Tirtoadi sendiri ada 561 bidang untuk Tol Jogja-Solo. Itu di luar bidang untuk Jogja-Bawen. Jadi ini paling besar diantara desa-desa lainya," ungkapnya.
Ia juga mengungkapkan agar masyarakat tidak mempersoalkan tentang akses jalan. Karena pada saat nanti tol dibangun, akses jalan tetap akan ada.
"Untuk jalan yang membelah tol, tetap akan dihidupkan, nanti akan dibangun terowongan. Kemudian untuk mengakomodir jalan yang sejalur dengan jalan tol, maka jalan itu akan digeser di samping jalan tol," paparnya.
Begitu pula dengan pengairan tetap dihidupkan. Bahkan menurutnya, nanti akan dibuat pengairan yang lebih besar dan petani bisa merawatnya.
"Setelah penetapan lokakasi, nanti ada patok merah dan kuning. Patok merah di sisi luar, dan patok kuning di center tol. Patok ini akan dipasang 25-50 meter sekali," bebernya.
Soal Relokasi

Dalam pembangunan jalan tol ini, tak sedikit berdampak ke pemukiman warga.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPK Satker Pelaksana Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Tol Yogya-Solo, Wijayanto memastikan bahwa tak ada yang dirugikan dalam pembangunan tol ini.
"Jalan tol ini untuk kesejahteraan masyarakat Yogyakarta. Provinsi di jawa yang belum ada jalan tol itu cuma DIY," ujarnya.
Menurutnya, kebanyakan orang takut karena belum tahu akan pindah ke mana setelah proyek ini berjalan. Namun dengan ganti untung, menurutnya masyarakat akan lebih mudah dan dibebaskan untuk membeli lahan atau rumah pengganti.
"Kami juga tidak serta merta membayar kemudian memerintahkan warga untuk pindah. Tidak seperti itu. Karena pasti nanti ada waktu untuk mencari rumah pengganti. Nanti kami juga akan bantu memberi pendampingan untuk mencari tanah atau rumah pengganti," terangnya.
Terkait adanya bedol desa di beberapa titik, ia menyebut bahwa hingga kini belum ada pembahasan rencana relokasi. Dan menurutnya, relokasi itu tidak menguntungkan warga.
"Kalau menurut saya relokasi itu tidak menguntungkan bagi warga, karena ia tak memiliki kebebasan murni untuk menentukan di mana nanti ia akan tinggal," ujarnya.
Sementara itu, Totok Dwiranto Dukuh Sanggrahan di Desa Tirtoadi, Kecamatan Mlati memaparkan bahwa di padukuhannya ada tiga RT yang akan terdampak.
"Separuh warga dari RT 02 akan terdampak untuk Tol Yogyakarta-Solo. Di RT 02 ini setidaknya ada 46 KK. Kemudian RT 03 dan RT 04 akan terdampak untuk Tol Yogyakarta-Bawen, kira-kira jumlah KK yang tersisa akan sepertiganya," ujarnya.
Terkait pembangunan tol ini, beberapa warga sebenarnya sempat menginginkan untuk relokasi. Misalnya menggunakan tanah kas desa untuk tempat tinggal baru mereka.
Karena menurutnya, kalau harus pindah maka harus siap untuk adaptasi di tempat baru lagi.
Dan jika itu relokasi, maka adaptasi di tempat baru akan lebih mudah. Namun demikian, relokasi sepertinya tidak akan terwujud.
"Kita tetep menyerahkan ke warga, yang memiliki sawah di lokasi lain kemungkinan akan membangun rumah di sawahnya.
Kalau yang nggak punya sawah ya harus mencari," ujarnya.
Seperti yang akan ia lakukan. Totok mengatakan bahwa kemungkinan rumahnya akan habis terkena proyek tol. Karena hal itu, ia berencana untuk membangun rumah di tanah sawahnya yang tidak terdampak tol.
"Nanti kalau bisa minta rekomendasi dinas untuk mengurus pengeringan lahan sawah, agar bisa dipermudah proses secara komulatif," ungkapnya.
Wilayah Klaten

Proyek Strategis Nasional (PSN) pembangunan tol Solo – Yogya memasuki tahap baru.
Masyarakat Klaten yang terdampak langsung pembangunan jalan nasional diharapkan mengikuti forum konsultasi publik oleh tim pengadaan tanah proyek tol Solo - Yogya.
Konsultasi publik dijadwalkan minggu kedua Februari 2020 bertempat di kantor kecamatan setempat.
Kepala Bidang Pertanahan Dinas Perumahan, Kawasan dan Permukiman (Disperwaskin) Provinsi Jawa Tengah Indra Hudiyana di acara Rapat Persiapan Pengadaan Tanah Pembangunan Tol Untuk Kepentingan Umum, Selasa (27/01/2020) mengatakan forum konsultasi publik menjadi sarana komunikasi agar warga mendapatkan informasi yang jelas.
“Pemerintah akan mengundang masyarakat terdampak pembangunan tol Solo – Yogya di daerah setempat seperti di kantor kecamatan atau desa. Saya minta masyarakat hadir.
Prinsipnya pemerintah minta ijin atau kula nuwun kepada masyarakat agar pembangunan tol ini berjalan lancar dan bermanfaat, karena program ini adalah proyek strategis nasional,” kata Indra.
Dia menjelaskan dalam pelaksanaan PSN ini tidak ada lagi pemerintah pusat, propinsi atau kabupaten.
Semuanya menjadi satu tim untuk menjalankan program ini, karena sesungguhnya proyek ini untuk NKRI, sehingga tidak boleh ada lempar tanggung-jawab dan permasalahan.
Terkait kesiapan masyarakat menjelang pelaksanaan konsultasi publik sendiri Indra berpesan agar masyarakat menyiapkan bukti kepemilikan tanah.
“Selain masyarakat terdampak pembangunan tol untuk hadir, penting juga warga menyiapkan kartu identitas diri seperti kartu tanda penduduk atau KTP. Kami masih menunggu jadwal kesiapan Pemerintah Kabupaten Klaten menentukan waktu dan tempatnya. Semua biaya konsultasi publik ditanggung Tim Pengadaan Tanah,” ungkapnya.
Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Klaten Wahyu Prasetyo yang memimpin perwakilan pemerintah kecamatan dan instansi terkait menegaskan saat ini sedang disiapkan pelaksanaan konsultasi publik di kecamatan terdampak.
“Kami mengajak beberapa camat yang terkena dampak pembangunan tol Solo – Yogya agar mengawal proyek ini. Nanti para camat untuk mempersiapkan pelaksanaan konsultasi publik. Saya berharap tetap ada layanan konsultasi pasca kegiatan. Biar masyarakat dapat informasi yang jelas dan tidak mempercaya orang yang tidak bertanggung-jawab,” harap Wahyu.( Tribunjogja.com |Viktor M | Santo Ari )