Trase Jalan Tol Yogyakarta-Solo Tetap Melintasi Jalur Selokan Mataram
proyek jalan tol Yogya-Solo tidak akan mengganggu keberadaan, sekaligus fungsi Selokan Mataram. empat relokasi jika dibutuhkan warga terdampak
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Pemerintah Daerah (Pemda) DIY memastikan, proyek jalan tol Yogya-Solo tidak akan mengganggu keberadaan, sekaligus fungsi Selokan Mataram. Selain itu, ekskutif juga telah menyiapkan tempat relokasi jika dibutuhkan warga terdampak.

Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Kadarmanta Baskara Aji berujar, keputusan mengenai jalan tol tersebut telah final.
Dalam rancangan yang ia terima pun tak disebut adanya alih fungsi Selokan Mataram, yang selama ini memiliki peran signifikan di sektor pengairan.
"Sudah final. Tapi, kalau di pertengahan ada hal yang perlu disikapi karena kepentingan tertentu, khususunya kepentingan umum, ya bisa saja dilakukan rekayasa," katanya, saat dikonfirmasi, Selasa (21/1/2020).
Hanya saja, lanjut Sekda, rekayasa yang dimaksudnya itu, tidak sampai mengubah lokasi, atau rencana yang sudah dicanangkan oleh pemerintah.
Termasuk trase yang kemungkinan akan melewati Selokan Mataram, yang telah melalui pertimbangan nan matang.
"Kalau kaitannya dengan perubahan fungsi, nanti kita rembug bersama. Tetapi, jalur itu yang nantinya akan dipakai, masak ke sini tidak boleh terus dibelokkan ke sana, tidak mungkin, itu sudah final," ucapnya.
Mantan Kepala Disdikpora DIY itu pun mencontohkan, skema tersebut, serupa dengan perubahan desain di Jalan Monumen Jogja Kembali (Monjali) dari melayang menjadi jalan darat.
Dalam artian, perubahan desain dimungkinkan selama tidak mengubah lokasi.
"Ya, kalau kemudian ada perubahan seperti Monjali itu awalnya melayang, terus diturunkan, bisa dilakukan tetapi kan tidak berubah dari situ, lokasinya tetap. Sudah disosialisasikan juga berkaitan dengan pembebasan tanahnya," katanya.
Lebih lanjut, Aji juga menjelaskan bahwa pihaknya siap memfasilitasi relokasi warga terdampak pembangunan tol dengan berbagai persyaratan.
Namun, tambahnya, hal tersebut harus dimusyawarahkan lebih dahulu, setelah semua proses ganti rugi terselesaikan.

Menurutnya, sejauh ini, tahapannya baru sampai pada proses sosialisasi. Setelah warga sepakat, maka BPN akan melakukan pengukuran tanah, kemudian warga diberikan ganti rugi.
Setelah itu barulah pambahasan bersama Pemda DIY, mengenai relokasi.
"Sosialisasi itu terpenting, di sana (dijelaskan) ini lho akan seperti ini, baru setelah itu BPN mengukur tanah, dan menyiapkan ganti rugi. Lalu Pemda memikirkan ya, untuk relokasi dan disepakati bersama," terangnya.
"Kalau ada tempat yang akan dipakai relokasi, sesuai dengan harganya, itu boleh saja. Tetapi, yang pasti, nanti di jalur itu akan ada ganti rugi yang diberikan kepada pemilik tanah sesuai bidangnya. Kami serahkan ke pemilik," pungkas Aji.
Sosialiasasi
Sosialisasi proyek jalan tol Yogyakarta-Solo kembali dimulai, dan pada Senin (13/1/2020) dilakukan di desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman.
Berdasar data di Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY, Purwomartani merupakan desa dengan bidang paling banyak bidang terdampak pembangunan tol yakni 639 bidang. Maka dari itu, sosialisasipun dibagi menjadi tiga sesi mulai Senin (13/1) hingga Rabu (15/1).
Untuk hari pertama, setidaknya 215 pemilik bidang yang hadir dalam acara yang diadakan di balai desa tersebut. Peserta sosialisasi ini berasal dari tiga dusun yakni Kadirojo 1, Kadirojo 2, dan Karanglo.
Kepala Dispertaru DIY Krido Suprayitno menjelaskan bidang yang terdampak paling luas di Purwomartani berasal dari tanah kas desa (TKD). Setidaknya ada 10 bidang TKD yang terdampak pembangunan jalan tol Yogyakarta-Solo.

"Kalau tanah desa nanti kembali ke pemanfaat, misal di situ dipakai untuk rumah makan, nanti (ganti untung) bangunan disampaikan ke pemanfaat, untuk tanah desanya akan dicarikan tanah pengganti," jelasnya.
Agar tahapan ini berjalan lancar, maka dilakukan proses verifikasi peraturan desa (perdes) terkait pengelompokan tanah kas desa. Langkah ini bertujuan untuk mempermudah pengajuan izin penetapan lokasi (penlok) tanah kas desa yang terdampak kepada Gubernur DIY.
Dari 20 desa yang terdampak proyek tol, menurut Krido baru ada 13 desa yang memiliki perdes tentang tanah kas desa. Maka ia pun mengimbau kepada desa untuk segera menyelesaikan perdes khusus jalan tol. Pihaknya memberi batas waktu hingga bulan April 2020.
"Kami agendakan penyelesain perdes khusus jalan tol itu april harus sudah jadi, karena nanti untuk proses pengajuan izin. Dan agar proses penyusunan perdes berjalan lancar, dari kami pun juga melakukan pendampingan," terangnya.
Sementara itu, staf Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Jalan Tol Yogyakarta, Galih Alfandi menjelaskan bahwa tanah kas desa yang ada di Purwomartani beberapa dimanfaatkan untuk pabrik. Pihaknya pun akan mendata pabrik-pabrik tersebut.
Diluar itu di Purwomartani juga membentang Selokan Mataram, sehingga nanti desain yang akan dibuat adalah dengan konsep elevated (melayang).
Sedangkan diluar Selokan Mataram semisal jalur yang menghubungkan Desa Purwomartani dan Tirtomartani, didesain menggunakan konsep at grade atau timbunan tanah.
Ia menerangkan jika ada akses jalan yang terdampak maka desain yang digunakan adalah box culvert, sejenis terowongan. "Ketika ada jalan yang dipotong akan dibuat terowongan untuk akses warga," jelasya.
Lebih lanjut terkait respon warga selama sosialisasi, Krido mengatakan bahwa sejauh ini tak ada protes dari masyarakat terdampak, justru menurutnya warga datang dengan rasa antusias.
"Keunikan di sini adalah masyarakat antusias mengenai detilnya. Padahal hari ini sosialiasi. Untuk detil lebih lanjut akan dilakukan saat tahapan uji publik," ujarnya.
Dan sebelum ke tahap tersebut, pihaknya masih akan melakukan sinkron data untuk memperbaharui kepemilikan bidang.
Hal itu lantaran dimungkinkan sebelum sosialisasi ada proses mutasi yang tidak tercatat oleh pihaknya.
Salah satu warga Karanglo, Desa Purwomartani, Ali Rahman (40) mengatakan bahwa pihaknya sendiri setuju dengan pembangunan jalan tol ini.
"Karena ini program pemerintah ya kita setuju, apalagi nanti ada ganti untung," ujarnya.
Sedangkan rumah dan tanah yang ia tinggali sendiri masih berstatus tanah sawah. "Nilainya beda tanah pekarangan dan tanah sawah, punya saya tanah sawah, tapi tidak masalah. Memang keadaannya seperti itu mau bagaimana lagi," ucapnya.
Namun demikian, ia sendiri belum mendapat kepastian seberapa luas lahan miliknya yang terdampak. Ia pun akan terus menghadiri pertemuan-pertemuan selanjutnya agar tidak ketinggalan informasi.( Nto | Aka | Tribunjogja.com )