Sleman
Masyarakat Harus Melalui Prosedur yang Benar untuk Adopsi Anak
Ephiphana menegaskan bahwa prosedur yang terbilang panjang ini bertujuan untuk melindungi hak-hak anak.
Penulis: Santo Ari | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Penemuan bayi perempuan di Tegalsari, Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, menjadi perbincangan masyarakat.
Baik saat bayi itu baru saja ditemukan, saat dirawat di puskesmas, maupun di sosial media, banyak orang tua yang berempati dan menginginkan mengadopsi bayi tersebut.
Namun hal tersebut tidak mudah dilakukan, karena banyak persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi orang tua angkat.
Sekretariat Dinas Sosial Sleman, Epiphana Kristiyani, saat ditemui Selasi (21/1/2020) mengungkapkan bahwa pihaknya sudah banyak permintaan terkait mengadopsi bayi tersebut.
Setidaknya tak kurang dari 20 orang yang ingin mengadopsinya.
• Banyak Warga Ingin Mengadopsi Bayi Perempuan yang Dibuang di Atas Talud di Sleman
"Sudah banyak yang berkomunikasi untuk ingin mengadopsi dalam kasus kemarin," ujarnya.
Namun yang dilakukan oleh Dinsos adalah memberikan pemahaman tentang cara adopsi yang benar sesuai ketentuan.
Ia menjelaskan bahwa terdapat dua jalur adopsi yakni jalur privat dan antarkelembagaan.
Untuk jalur privat, biasanya calon orangtua angkat yang ingin mengadopsi anak sudah mengenal orangtua kandung bayi.
Setelah kedua pihak sepakat, maka proses selanjutnya adalah sidang di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama untuk mengesahkan legalitas anak.
"Sedangkan jalur antarlembaga, diatur di Dinas Sosial Provinsi. Calon orangtua angkat harus memenuhi sekitar 28 poin dan mendapat nomor antrian," ungkapnya.
Ia mengungkapkan, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi seperti usia pernikahan di atas lima tahun, belum mempunyai anak atau baru mempunyai satu anak.
Selain itu calon orang tua angkat juga harus memiliki surat keterangan sehat jasmani, rohani, reproduksi hingga SKCK.
• Kisah Kakek Lim Peng Chik, Setia Asuh 4 Anak Adopsinya untuk Selalu Salat Tarawih dan Puasa
"Dengan prosedur yang banyak ini, bukan untuk menakuti. Prosedur ini jangan dianggap rumit, kalau ada niat untuk mengangkat anak, pasti bisa. Kita memang harus rumit dulu di awal, untuk ke belakangnya indah," ucapnya.
Ephiphana menegaskan bahwa prosedur yang terbilang panjang ini bertujuan untuk melindungi hak-hak anak.
Ia mengungkapkan, jika proses pengangkatan anak tidak melalui prosedur yang benar, maka ke depan akan mempersulit masa depan anak.
Termasuk pembuatan akta, jaminan kesehatannya hingga mungkin saat mengurus ahli waris.
"Tapi karena ketidaktahuannya, banyak masyarakat yang mengatakan, mau berbuat baik (mengangkat anak) tapi malah dipersulit. Berbagai syarat ini selain untuk legalitas anak juga untuk melindunginya di kemudian hari," terangnya.
Perlindungan anak tersebut bahkan sampai proses monitoring.
Ia mengatakan, proses belum berhenti meski anak itu sudah berada dalam perawatan orang tua angkat, pihak Dinsos akan melakukan pemantauan dalam kurun waktu tertentu.
Lebih lanjut terkait kasus orang tua yang membuang anaknya, Dinas Sosial Sleman mencatat, selama tahun 2019 terdapat satu kali kasus bayi yang ditinggalkan orangtuanya setelah dilahirkan di RSUP Sardjito.
Sedangkan tahun 2018, ada dua kejadian serupa.
Ia memaparkan, bayi yang ditelantarkan atau dibuang oleh orang tuannya dan dalam keadaan masih hidup, harus dibawa ke fasilitas kesehatan untuk diperiksa kondisinya.
Setelah dinyatakan sehat dan ada surat penyerahan dari pihak kepolisian dan faskes, bayi kemudian akan diserahkan ke empat yayasan yang sudah ditunjuk, yakni Balai Rehabilitasi Sosial Pengasuhan Anak, Sayap Ibu di Sleman, Gotong Royong di Bantul dan An Nur Srimpi di Gunungkidul.
"Saat ini rasa empati masyarakat sangat tinggi. Seperti kasus kemarin, banyak yang ingin mengadopsi bayi tersebut. Dengan niatan tersebut, seharusnya syarat-syarat yang diperlukan tidak akan terlihat menakutkan, dan justru membuat masyarakat termotivasi," tutupnya.(TRIBUNJOGJA.COM)