Setelah Putra Mahkota UEA, Kini Tony Blair Didaulat jadi Dewan Pengarah Ibu Kota Baru
Presiden Jokowi berencana untuk melibatkan Syekh Mohammed bin Zayed Al Nahyan, Masayoshi Son dari SoftBank, dan Tony Blair untuk Ibu Kota baru RI
Selama menjadi Perdana Menteri, Blair menggambarkan filosofi pemerintahannya sebagai ‘jalan ketiga’.
Ia mengklaim kebijakannya dirancang untuk memungkinkan demokrasi sosial guna menanggapi tantangan ekonomi pasar dunia dan globalisasi.
Jalan ketiga, banyak disebut sebagai cara Blair menemukan bentuk politik progresif yang membedakan dirinya dengan konservatisme yang ada.
Selama memerintah, ia kerap meminta nasihat kepada para pengusaha yang terkenal di era perdana menteri sebelumnya.
Pada masa pemerintahan Blair, perusahaan swasta diberi peran penting dalam membiayai proyek infrastruktur negara. Tetapi, ia kerap dikecam karena dianggap pembiayaan itu tak menguntungkan bagi para pembayar pajak.
Inisiatif besar di awal pemerintahan Blair adalah mengabulkan Bank Inggris untuk memiliki kekuasaan dalam menentukan suku bunga tanpa konsultasi ke pemerintah.
Kritikus menyebut, ekonomi era Blair tumbuh dengan mantap tetapi dibebani oleh produktivitas rendah dan meningkatnya volume utang pribadi dan negara.
Selain itu, pada masanya Blair banyak dikritik karena mengizinkan jutaan pekerja migran berkemampuan rendah untuk bermukim di Inggris.
Pemerintahannya juga menandatangani Bab Sosial Perjanjian Maastricht. Ia juga memprakasai reformasi House of Commons.
Dekade Blair, dipandang dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang terus menerus dan Bank Inggris yang menjadi mandiri.
Peran Blair dalam memulihkan perdamaian di Irlandia Utara disebut sebagai peninggalan pemerintahannya yang abadi.
Namun banyak kritikus yang menilai, Blair terlalu mengejar kebijakan jangka pendek yang membingungkan dan membuat Inggris mengabaikan bidang-bidang penting. (Nur Rohmi Aida)
.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tony Blair, Mantan Perdana Menteri Inggris yang Jadi Anggota Dewan Pengarah Ibu Kota Baru"