Kasus Fraud di Asabri Dinilai Lebih Sensitif dari Jiwasraya

Kedua perusahaan asuransi pelat merah itu dinilai punya kasus yang sama dengan kesalahan yang sama, yakni salah mengelola dana penempatan di saham

Editor: iwanoganapriansyah
KONTAN/Muradi
Kantor dan pelayanan PT ASABRI (Persero) di Jakarta. 

TRIBUNJOGJA.COM - Setelah Jiwasraya, kini kasus PT Asabri (Persero) menjadi sorotan publik. 

Kedua perusahaan asuransi pelat merah itu dinilai punya kasus yang sama dengan kesalahan yang sama, yakni salah mengelola dana penempatan di saham-saham lapis 3 (small-cap stocks) alias saham berisiko tinggi.

"Banyak kesamaannya, mulai dari waktu terjadinya, kesamaan pelakunya, kesamaan modusnya, kesamaan emiten-emiten yang dipakai untuk menempatkan investasi saham-saham lapis 3 yang berkinerja buruk," kata Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo, Selasa (14/1/2020).

Kunjungi 33 Negara Ini, WNI Cukup Lakukan Visa on Arrival

Kendati memiliki kesamaan, Irvan menyebut kasus Asabri lebih sensitif ketimbang Jiwasraya. Hal itu terlebih Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD yang mengumumkan terlebih dulu kasus Asabri ini.

"Ya, implikasi politiknya tinggi karena yang mengumumkan saja Menteri Polhukam bukan Menhan Prabowo. Itu menunjukkan implikasinya tinggi," ungkap Irvan.

Tak hanya itu, kasus Asabri yang gagal investasi ini berkaitan langsung dengan TNI/Polri sebagai ketahanan nasional di tengah konflik yang memanas seperti di Perairan Natuna.

Di tengah isu tersebut, asuransi TNI/Polri justru bermasalah karena asuransi sosialnya mengalami gagal investasi.

"(Jadi) Bukan (hanya) soal kerugiannya, tapi soal anggota TNI Polri yang kesejahteraannya minim dan mereka diperlukan untuk ketahanan nasional," terang Irvan.

Sepakat dengan Irvan, Peneliti Senior dan Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah juga berkata kasus Asabri punya implikasi politik yang besar.

Mengingat nilai kerugiannya yang juga besar. "Menimbang nilainya yang begitu besar, implikasi politik sudah pasti juga besar. Apalagi solusi untuk keduanya menurut saya tidak bisa tidak harus ada bailout dari pemerintah," ungkap Piter.

Sebelumnya diberitakan, Asabri dan Jiwasraya salah mengelola penempatan dana. Kabarnya, portofolio saham milik Asabri anjlok hingga 90%.

Kerugiannya pun disebut-sebut mencapai lebih dari Rp 10 triliun. Ditelusuri, penyebab ambruknya kinerja dua BUMN ini karena pengelolaan penempatan dana investasi.

Baik Jiwasraya maupun Asabri, sama-sama tersandung saham berisiko tinggi.

Hingga November 2019, berdasarkan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Asabri punya portofolio di 14 saham dengan kepemilikan di atas 5%.

Sementara Jiwasraya, aset berupa saham pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 6,63 triliun, menyusut drastis menjadi Rp 2,48 triliun pada September 2019.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved