Kronologi Trump Perintah Bunuh Qassem Soleimani Hingga Keputusan Diambil di Florida
Qassem Soleimani menjalankan operasi rahasia membantu Irak dan Suriah memusnahkan gerombolan kejam ISIS dan jaringan Al Qaeda di kedua negara
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Iwan Al Khasni
Kepala Pasukan Quds Korps Garda Republik Islam Iran Mayor Jenderal Qassem Soleimani tewas akibat serangan rudal RX9 Ninja dari drone militer MQ-9 Rapier AS. Ia tewas di komplek Bandara Internasional Baghdad, Kamis (2/1/2020) malam waktu setempat. Operasi pembunuhan ini dijalankan Pentagon atas perintah Presiden Donald Trump.
.
.

Ia saat itu baru tiba dari Beirut, Lebanon. Turut tewas pada serangan udara terencana itu Abdul Mahid al-Muhandis, Deputi Komandan Popular Mobilization Unit (PMU) Irak.
PMU atau nama Arabnya Hasd al-Shaabi merupakan paramiliter Syiah yang sudah diintegrasikan di tubuh militer Irak.
Selama bertahun-tahun, Qassem Soleimani menjalankan operasi rahasia membantu Irak dan Suriah memusnahkan gerombolan kejam ISIS dan jaringan Al Qaeda di kedua negara tersebut.
Pertanyaan menariknya, bagaimana jalan cerita sehingga Trump akhirnya memutuskan mengeliminasi jenderal kharismatik dan terpopuler di Iran serta Timur Tengah itu?
Laman berita Israel, Haaretz.com mengutip artikel Associated Press (AP), Minggu (5/1/2020) menuliskan kronologi situasinya hingga Trump memencet kode merah pembunuhan Qassem.
Proses intinya terjadi ketika Trump tengah menghabiskan libur Natal dan tahun barunya di Mar A-Lago, Florida. Ini semacam tempat tetirah pribadinya sejak sebelum menjadi Presiden AS.
Pada 31 Desember 2019, massa berseragam PMU dan Khataib Hezbollah Irak, menggeruduk Kedubes AS di Baghdad.
Mereka memprotes serangan udara ke pos-pos kelompok Khataib Hezbollah di Irak, yang menewaskan lebih dari dua lusin anggotanya.
Aksi demonstrasi diwarnai kekerasan dan perusakan sarana prasarana kedutaan. Di rangkaian peristiwa itu, terjadi serangan roket ke pangkalan AS di Kirkuk.
Serangan ini menewaskan seorang kontraktor militer AS, atau semacam tentara swasta yang dikontrak Pentagon menjalankan tugas-tugas non-tempur di Irak.
Bersama para penasehatnya, Trump mendiskusikan langkah-langkah menghadapi situasi yang memburuk di Irak.
Trump menerima paparan beberapa opsi atau rencana operasi untuk menanggapi perkembangan itu. Termasuk opsi dramatis melenyapkan Qassem
Soleimani.
Trump menerima opsi itu dan langsung meminta anak buahnya menarget Soleimani. Beberapa penasehat Trump mengingatkan konsekuensi hukum, termasuk proses menuju pelaksanaan operasi.
Terutama dasar hukum dan justifikasi serangan yang tanpa bukti fisik cukup kuat bahwa target memang nyata-nyata melawan dan mengancam kepentingan rakyat Amerika.
Diskusi hari itu berakhir tanpa keputusan. Hari berikutnya datang Menlu Mike Pompeo, Menteri Pertahanan Mark Esper, dan Penasehat Keamanan Nasional Robert O’Brien.
Trump tetap menghendaki semua fokus pada target Qassem Soleimani. Semua daya dikerahkan, termasuk intelijen AS yang kemudian memasok informasi Soleimani merencanakan operasi melawan AS.

Kamis (2/1/2020), kegentingan yang memuncak di Mar A-Lago berakhir keputusan final mengeliminasi Qassem Soleiman.
Trump melengkapi keputusan militer itu dengan masukan para penasihat politiknya. Penting karena bakal menyangkut proses konstitusional keputusan eksekutifnya.
Ini bukan kali pertama Trump membuat keputusan nasional bersifat ekstra ordinary di tempat peristirahatan pribadinya yang mewah.
Februari 2017, Trump menerima Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di resortnya. Sesudah itu Trump merespon keras usaha Korea Utara menguji ledakan rudal nuklirnya.
Dua bulan kemudian, Trump memerintahkan pengeboman target-target di Suriah atas tuduhan pemerintah Damaskus menggunakan bom kimia terhadap rakyatnya.
Keputusan di Mar A-Lago itu hampir berbarengan dengan kunjungan Presiden China Xi Jinping ke resortnya dan mereka berdua makan kue
bersama.
Meski sudah bulat Trump menghendaki kematian Qassem Soleimani, para pembantunya masih berdebat keras di mana, kapan, dan bagaimana cara eksekusinya.
Sebagian besar tidak menghendaki serangan dilakukan di wilayah Irak, mengingat pertimbangan strategis keberadaan pasukan AS dalam jumlah signifikan di negeri itu.
Pilihannya, operasi bisa dilakukan saat Soleimani melakukan perjalanan ke Suriah atau Lebanon. Tapi informasi masuk pada hari itu, Qassem Soleimani dalam perjalanan menuju Baghdad.
Keputusan akhir langsung diambil tanpa melihat lagi pertimbangan lainnya. Qassem Soleimani harus dilenyapkan saat ia berada di bandaraBaghdad.
Para pejabat kunci AS bidang intelijen, diplomatic, dan militer juga menghitung rencana darurat (contingency plan), jika Iran langsung membalas lewat kekuatan militer.
Kepada orang kepercayaannya, Trump menegaskan, ia ingin mengirim pesan tegas kepada Iran, Amerika tidak ingin kehilangan asetnya sejengkalpun.
Ia juga merujuk kematian pemimpin ISIS, Abu bakr Al-Baghdadi tahun lalu, menunjukkan AS mampu menemukan semua musuhnya di manapun berada.
Akhirnya, operasi pembunuhan itu dituntaskan Kamis (2/1/2020) malam waktu Baghdad. Pesawat nirawak MQ-9 Reaper diterbangkan dari Pangkalan AS di Doha, Qatar.
Pangkalan ini merupakan komando pusat semua operasi militer di Timur Tengah. Drone itu terbang berjam-jam membawa rudal Hellfire RX9 Ninja yang sangat canggih dan kejam efeknya.
Ketika pesawat yang membawa Qassem Soleimani dari Beirut, Lebanon, mendarat di Bandara Internasional Baghdad, drone itu berputar-putar di jarak tembak di atas bandara.
Ketika Qassem yang dijemput Deputi Komandan PMU Abdul Mahdi al-Muhandis dan sejumlah tokoh penting PMU berada di kendaraan, rudal Ninja menghantam mereka.
Ledakan beruntun menghancurkan tiga kendaraan berikut isinya, namun tidak menimbulkan kerusakan hebat di komplek bandara.

Rudal Hellfire Ninja itu mencabik dan memotong-motong kendaraan dan tubuh manusia penumpangnya, dan meminimalisir “collateral damage” di sekitar target.
Jumat (3/1/2020) pagi WIB, kabar kematian Qassem Soleimani mengejutkan dunia. Kemarahan rakyat Iran menggelegak.
Sehari sesudah pembunuhan itu, Pentagon mengirimkan 3.000 prajurit Lintas Udara 82 ke Kuwait. Sebagian dikirim ke Beirut guna melindungi Kedubes AS di Lebanon.
Prajurit tambahan itu dikirimkan dari Fort Bragg, North Carolina, dilengkapi semua peralatan tempur kelas utama.
Jumat itu setelah kematian Qassem Soleimani diketahui, Trump memposting foto bendera AS di akun Twitternya (terverifiksi).
Ia memberi komentar, “kepemimpinan teror telah dilenyapkan”. “Aksi kita semalam untuk menghentikan perang. Aksi kita tidak untuk memulai perang,” kata Trump.
Kolumnis American Tribun Herald, Patrick M Giraldi dikutip Southfront.org menyebut keputusan Trump ini bakal mengakhiri “kekaisaran” AS di kawasan Timur Tengah.
Tewasnya Qassem Soleimani, menurut Giraldi tidak akan mengubah apa-apa bagi Iran. Karena itu Trump memikul tanggung jawab penuh atas apa yang terjadi dan diperbuatnya.(Tribunjogja.com/xna)