Jawa
Kampung 'Pemulung' di Sudut Kota Sejuta Bunga
Kelurahan juga berusaha agar warga di Kampung tersebut dapat mandiri dan alih profesi dari pekerjaan pemulung.
Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Ari Nugroho
Musim penghujan juga sering membuat was-was warga, karena tinggi air yang naik dan aliran yang deras di Kali Dadali, mengancam rumah warga.
"BPJS kami belum punya, namun sedang proses mengurus. Kalau anak-anak sudah bersekolah. Sementara MCK, kami masih di sungai. Kamar mandi umum ada, bantuan dari rekan-rekan UMMagelang, menggunakan air sumur galian sedalam delapan meter. Kami juga belum memiliki jamban. Yang paling diperlukan adalah jalan setapak. yang belum ada sama sekali. Jalan yang kami lewati sehari-hari adalah jalan sawah," kata Suroso.
Kegiatan warga sehari-hari adalah memulung.
Sebagian warga bekerja sebagai pedagang asongan dan supir.
Ada yang membuka warung kecil-kecilan di kampung.
Pembelinya pun juga dari warga kampung yang terdiri dari 10 keluarga itu saja.
Selain itu, mereka juga memnggarap lahan bengkok seluas setengah hektar yang ditanami dengan tanaman singkong.
"Tiap pagi tetap mulung. Memulung di kota. Berangkat pukul 07.00 WIB, pulang pukul 13.00 WIB. Nanti hasil rosoknya dijual di pengepul yang ada di atas, di dekat jalan sana. Sesekali ada kegiatan belajar anak-anak. Belajar membaca, mengaji di tempat kami dari teman-teman mahasiswa. Ada yang pelihara ayam, menanam singkong. Semuanya kami lakukan, agar sehari-hari dapat cukup," tutur Suroso.
Warga sendiri inginnya beralih profesi, tetapi karena banyak yang tak memiliki keterampilan bekerja mereka terpaksa masih menjalani profesi memuluh tersebut.
Suroso pun berharap ada uluran tangan. Dia ingin warga di Kampung Pemulung dapat mandiri, dan hidup selayaknya warga di kampung-kampung lainnya.
"Saya bersama istri, anak satu, cucu satu. Tinggal di sini semua jadi satu. Warga masih pemulung. Saya inginnya tetap alih profesi, tetapi banyak kendala. Saya sendiri punya keterampilan bekerja, menukang kayu juga bisa, tetapi tak ada modal. Ini menjadi kendala. Begitu pun teman-teman lain, warga di sini. Kami inginnya bisa mandiri seperti yang lain," ujarnya.
• Empat Pasangan Pemulung di Tegalrejo Yogyakarta Dinikahkan Secara Massal
Pemerintah Merangkul Warga Agar Mandiri
Lurah Kelurahan Tidar Utara, Tenny Iis Mulyadi, mengatakan, 'Kampung Kiringan Baru' bukan kampung, tetapi ada beberapa penduduk yang bermukim di sana, sehingga secara kewilayahan atau administrasi masuk di wilayah RT02/RW02, Kampung Kiringan.
Asal mula mereka bagian penduduk eks relokasi yang ada di belakang Patwal, dan akhirnya membeli tanah, membangun rumah, dan tinggal di sana.
"Mereka adalah bagian dari warga terdampak relokasi. Warga itu bukan warga liar, tetapi mereka mendirikan bangunan di atas Kota Magelang. Mereka tinggal di sana, membeli tanah sendiri, sehingga sudah hak mereka. Tanah itu berupa sertifikat hak milik. Warga juga termasuk dari RT02/RW02 Kampung Kiringan," tutur Tenny ditemui di kantor Kelurahan Tidar Utara, Kota Magelang.