Empat Hal yang Perlu Kamu Tahu Soal Polemik Wilayah Perairan Natuna
diskusi bukan menjadi solusi tepat terkait polemik batas wilayah di perairan Natuna, Kepulauan Riau terkait insiden masuknya kapal-kapal nelayan asal
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, diskusi bukan menjadi solusi tepat terkait polemik batas wilayah di perairan Natuna, Kepulauan Riau. Hal itu terkait insiden masuknya kapal-kapal nelayan asal China yang dikawal kapal coast guard ke Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) Indonesia di perairan Natuna secara ilegal.

"Juru bicara Kementerian Luar Negeri China pun menyampaikan bahwa China hendak menyelesaikan perselisihan ini secara bilateral. Rencana China tersebut harus ditolak oleh Pemerintah Indonesia karena empat alasan," ucap Hikmahanto ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (5/1/2019).
Alasan pertama adalah karena China tidak mengakui ZEE Indonesia di Natuna
Hikmahanto menuturkan, poin kedua dan ketiga, negosiasi tidak mungkin dilakukan karena dua poin dasar China mengklaim Natuna tidak diakui dunia internasional.
Kedua dasar tersebut yaitu Nine-Dash Line atau sembilan garis putus-putus serta konsep traditional fishing grounds yang menjadi alasan klaim China atas Natuna.
Nine-Dash Line merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
UNCLOS juga tidak mengenal istilah konsep "traditional fishing grounds".
• Mengenal Nine Dash Line yang Diklaim China di Natuna
Ketiga, Hal itu dikuatkan dengan putusan Mahkamah Arbitrase Internasional atau Permanent Court of Arbitration (PCA).
"Dalam putusannya PCA tidak mengakui dasar klaim China atas sembilan garis putus-putus maupun konsep traditional fishing grounds.
Menurut PCA dasar klaim yang dilakukan oleh Pemerintah China tidak dikenal dalam UNCLOS, di mana Indonesia dan China adalah anggotanya," kata Hikmahanto Juwana.
"Jangan sampai posisi yang sudah menguntungkan Indonesia dalam putusan PCA dirusak dengan suatu kesepakatan antar-kedua negara," kata dia.
Keempat, jangan sampai Pemerintah Indonesia dianggap mencederai politik luar negeri bebas aktif.
Menurut dia, utang yang dimiliki Indonesia dari China tidak boleh menjadi dasar kompromi terhadap kedaulatan Indonesia.
"Ketergantungan Indonesia atas utang China tidak seharusnya dikompromikan dengan kesediaan Pemerintah untuk bernegosiasi dengan Pemerintah China," ucap Hikmahanto Juwana.
• PBB Sebut Klaim China Atas Natuna Tidak Sah

• Aksi Susi di Natuna : Pernah Ngopi Bareng Nelayan, Tenggelamkan Kapal Hingga Kejar Kapal Asing
Dipatahkan PBB