Sleman
Polda DIY Sebut Peran Orang Tua Krusial untuk Tekan Klitih
Orang tua yang peduli terhadap anaknya sangat besar pengaruhnya mencegah anak untuk klitih.
Penulis: Santo Ari | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Aksi kejahatan jalanan kembali lagi di wilayah Sleman.
Lagi-lagi pelakunya adalah anak muda.
Di Jogja sendiri kejahatan jalanan sering dikaitkan dengan istilah klitih.
"Klitih dimulai dari motif yang tidak jelas, modusnya dengan kekerasan," ujar Direktur Binmas Polda DIY Kombes Pol Rudi Heru Susanto.
Ia mengungkapkan bahwa angka klitih saat ini sudah menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
• Tutorial Tampil Kece dengan Makeup Sachet yang Praktis dan Terjangkau
Namun tidak dipungkirinya bahwa masih ada satu-dua kasus klitih di Yogyakarta.
Ia menjelaskan beberapa faktor dapat memicu anak muda melakukan klitih.
Satu di antaranya adalah kurang pengawasan dari orang tua.
Rata-rata pelaku klitih berasal dari latar belakang orang tua yang bercerai.
"Orang tua cerai, dititipkan mbahnya, orang tua nyari uang saja. ini jadi masalah. Meskipun (pengawasan) di sekolah sudah kuat, tapi saat dia keluar dari lingkungan (sekolah) ditunggangi geng. Hampir seluruh SMA-SMK di yogyakarta itu punya geng," jelasnya.
Maka menurutnya peran orang tua adalah yang krusial.
• 2 Orang Pemuda Sabetkan Parang Saat Rampas Ponsel di Sleman
Orang tua yang peduli terhadap anaknya sangat besar pengaruhnya mencegah anak untuk klitih.
Yang perlu dilakukan adalah selalu mengecek aktivitas anaknya.
Termasuk tidak memberikan anak kendaraan bermotor sebelum umur yang ditentukan.
"Itu orang tua lagi, kadang-kadang kasian ke anak karena enggak sempat mengantar anak, maka dibelikan motor," ujarnya.
Maka dari itu, pihaknya akan terus berupaya menekan angka kejahatan jalanan untuk mewujudkan Yogyakarta sebagai kota pendidikan.
Maka polisi tidak bisa bekerja sendiri dalam hal ini, kepolisian pun bekerjasama dengan berbagai pihak, termasuk Disdikpora dan sekolah-sekolah.
• Polda DIY Ajak Masyarakat Ikut Berperan Aktif Berantas Aksi Klitih
Diungkapkannya, setiap senin di minggu pertama pihaknya mengaktifkan polisi sebagai inspektur upacara di sekolah-sekolah.
Di sana polisi akan memberikan edukasi untuk membentuk karakter anak, termasuk memberikan arahan agar pelajar di bawah 17 tahun tidak boleh mengendarai sepeda motor.
"Alumni juga kadang suka memengaruhi, kompor-kompori melalui teknologi misal grup WA," jelasnya.
Berbicara tentang geng sekolah, ia mengungkapkan bahwa rekruitmen geng pelajar biasa dilakukan saat awal tahun pelajaran baru.
"Maka setiap awal pelajaran baru polisi harus masuk sekolah untuk memberikan edukasi tentang klitih. Agar mereka tidak terlibat klitih, karena kalau terlibat, cita-cita mu akan selesai," tutupnya. (TRIBUNJOGJA.COM)