Yogyakarta
Dua Masterpiece Kraton Yogyakarta Ditampilkan pada Pameran Sekaten 2019
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, rangkaian Hajad Dalem Sekaten 2019 tidak diikuti dengan pasar malam.
Penulis: Noristera Pawestri | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tahun ini menjadi tahun yang berbeda dalam penyelenggaraan Pameran Sekaten.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, rangkaian Hajad Dalem Sekaten 2019 tidak diikuti dengan pasar malam.
Ditiadakannya pasar malam pada tahun ini yakni untuk mengembalikan inti pokok dari Hajad Dalem Sekaten.
"Tahun ini dawuh dari Ngarso Dalem untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat inti dan pokok Sekaten bukan pasar malam, tapi Sekaten itu sendiri," ujar Wakil Ketua Panitia Pameran Sekaten, GKR Bendara pada soft launching Pameran Sekaten, Jumat (1/11/2019).
• Pasar Malam Sekaten Digelar 2 Tahun Sekali
Untuk itu, Keraton Yogyakarta menghadirkan sesuatu yang spesial pada Pameran Sekaten 2019 pada 1-9 November 2019 yang berlokasi di Bangsal Pagelaran dan Siti Hinggil Kraton Yogyakarta.
"Pameran Sekaten selama 30 tahun sebelumnya hanya begitu-begitu saja, walau pengunjung tetap banyak, tapi yang dipamerkan hanya itu-itu saja. Jadi tahun ini kami mendedikasikan Pameran Sekaten untuk memberitakan tentang Sri Sultan Hamengku Buwono I," katanya.
Menilik sejarah panjang dari perjuangan Pangeran Mangkubumi, Keraton Yogyakarta mencoba menggelar pameran tematik perdana dengan tema 'Sri Sultan Hamengku Buwono I: Menghadang Gelombang, Menantang Zaman'.
Pameran Sekaten ini menjadi sebuah upaya menjahit memori kolektif dari perjuangan Pangeran Mangkubumi setelah 20 dasawarsa silam.
• BREAKING NEWS: Pemkot Yogyakarta Tegaskan Tak Sediakan Anggaran untuk Pasar Malam Sekaten Tahun Ini
Melalui pameran ini, masyarakat diajak untuk menafsirkan sejarah Pangeran Mangkubumi melalui berbagai karya budayanya.
"Ada biografi tentang beliau (Sri Sultan HB I), apa saja perjuangan beliau, bagaimana beliau membangun Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat," katanya.
Menariknya, karya monumental Babad Ngayogyakarta dan Kanjeng Kyai Tandhu Lawak yang erat pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I juga turut dihadirkan sebagai maha karya pada Pameran Sekaten.
Dua masterpiece peninggalan Sri Sultan HB I tersebut hanya bisa disaksikan pada saat pembukaan Pameran Sekaten saja.
Kanjeng Kyai Tandhu Lawak merupakan tandu tertua di Keraton Yogyakarta.
Di dalam sejarah tutur keraton, tandhu ini digunakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I setelah tahun 1790.
Tandhu ini digunakan untuk mengantarkan Sri Sultan Hamengku Buwono I menuju Kagungan Dalem Masjid Gedhe untuk melaksanakan ibadah Salat Jumat.
• Pasar Malam Sekaten Ditiadakan, Sri Sultan HB X: Kesepakatannya Pasar Malam Dua Tahun Sekali
Tandhu Lawak diusung oleh delapan Abdi Dalem, empat Abdi Dalem berada di depan dan empat Abdi Dalem berada di belakang.
Sementara terdapat satu Abdi Dalem sebagai pembawa payung dan satu Abdi Dalem lainnya sebagai pembawa sapu yang digunakan untuk membersihkan palenggahan Sultan.
"Tandhu Lawak ini masterpiece kami dan tidak bisa dilihat setiap hari. Sebelum Pameran Sekaten (Tandhu Lawak) belum pernah di pamerkan," tuturnya.
Masterpiece lainnya yang turut dipamerkan yakni Babad Ngayogyakarta yang menceritakan sejarah Yogyakarta, dimulai dari pembagian daerah kekuasaan Surakarta sesuai dengan Perjanjian Giyanti tahun 1755.
Diceritakan pula kilas pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792) hingga jatuhnya Keraton Yogyakarta ke tangan Inggris (1812) pada peristiwa Geger Spehi.
Pada kolofon awal babad terdapat informasi penulisan babad pada Jumat Wage, 24 Rabingulakir Be 1744 (12 Maret 1817).
Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa babad ini ditulis pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IV.
Setidaknya 25 tahun berselang sejak Surud Dalem, Sri Sultan Hamengku Buwono I (1792).
Anggota Tim Kurator Pameran Sekaten, Sektiadi dari Departemen Arkeologi UGM mengatakan, pameran ini juga menampilkan beberapa naskah yang dibuat pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono I.
"Tapi yang dipamerkan lebih pada cerita tentanf beliau (Sri Sultan Hamengku Buwono I) seperti Babad Mangkubumi, Babad Ngayogyakarta dibuat setelahnya (masa Sri Sultan Hamengku Buwono I) tapi cerita tentang masa Sri Sultan Hamengku Buwono I," ungkap dia.(TRIBUNJOGJA.COM)